Sejarah adalah salah satu cabang dari ilmu sosial yang sangat terbuka. Hal tersebut tergambar dari suatu pendapat yang menyatakan bahwa semua orang mampu menulis sejarah. Konsekuensi dari pendapat tersebut adalah banyaknya tulisan tentang sejarah yang kurang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kadang kala sulit dibedakan antara yang dongeng, mitos, legenda, dan sejenisnya dengan fakta sejarah. Sekarang tulisan-tulisan seperti itu tidak dapat dipertahankan lagi.
Sejarah seharusnya ditulis oleh orang yang mempunyai kompetensi di bidang kesejarahan (sejarawan) yang diharapkan mampu meneliti dan menulis dengan semangat kritis yang tinggi, dalam arti sejak pengumpulan data atau sumber sejarah (yang biasa disebut heuristik) sampai kepada tahap penulisannya (historiografi), harus dilakukan serangkaian kritik sehingga dapat dihasilkan suatu tulisan sejarah yang didasarkan atas fakta-fakta yang benar-benar teruji dan dapat diandalkan. Untuk mencapainya sejarah harus ditulis melalui prosedur yang disebut Metode Sejarah. Metode ini mempunyai empat tahapan yang integral, yakni Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.
A. PENGERTIAN METODE SEJARAH
Metode sejarah berasal dari dua kata yaitu metode dan sejarah. Kata "metode" memiliki arti cara atau prosedur yang sifatnya sistematis, metode juga dapat diartikan sebagai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah “cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan guna mencapai apa yang telah ditentukan”. Dengan kata lain metode adalah suatu cara yang sistematis untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu, sejarah adalah semua peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Menurut Sartono Kartodirdjo sejarah dapat didefinisikan sebagai berbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Setiap pengungkapannya dapat dipandang sebagai suatu aktualisasi atau pementasan pengalaman masa lampau. Menceritakan suatu kejadian ialah cara membuat hadir kembali (dalam kesadaran) peristiwa tersebut dengan pengungkapan verbal.
Metode sejarah dapat disimpulkan sebagai cara atau prosedur yang sistematis untuk menjelaskan objek kajiannya dalam merekonstruksi masa lampau. Kuntowijoyo mengartikan metode sejarah sebagai petunjuk pelaksaaan dan teknis tentang bahan, kritik dan interpretasi sejarah serta penyajian dalam bentuk tulisan. Metode Sejarah bertujuan memastikan dan mengatakan kembali masa lampau. Metode sejarah digunakan sebagai metode penelitian, pada prinsipnya bertujuan untuk menjawab enam pertanyaan (5W dan 1H) yang merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana). Berdasarkan definisi metode sejarah yang dijelaskan, metode sejarah merupakan cara atau teknik dalam merekonsturksi peristiwa pada masa lampau melalui empat tahapan kerja, yaitu heuristik (pengumpulan sumber), kritik sumber (eksternal/bahan dan internal/isi), interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan kisah sejarah).
B. SISTEMATIKA METODE SEJARAH
1. Heuristik
Heuristik adalah suatu teknik, mencari dan mengumpulkan sumber. Jadi Heuristik adalah tahap mencari, mengumpulkan, menghimpun sumber-sumber, jejak-jejak sejarah yang relevan yang diperlukan untuk dijadikan informasi. Tahap ini merupakan tahap pertama yang harus dilakukan dalam merekonstruksi masa lampau. Ketika kita akan merekonstruksi masa lampau, kita harus melakukan pencarian sumber, dalam pencarian sumber perlu diketahui mengenai jenis-jenis sumber. Sumber dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber tertulis (dokumen, arsip, surat, buku, koran), sumber benda (foto, makam, masjid), dan sumber lisan. Berdasarkan asal-usulnya, sumber dapat dibagi menjadi tiga (dua yang utama), yaitu sumber primer (pelaku, saksi), sumber sekunder (orang yang tidak sezaman dengan peristiwa), dan sumber tersier (karya ilmiah). Penelusuran sumber-sumber ini dapat dilakukan di tempat yang memungkinkan seperti perpustakaan, arsip nasional/daerah, museum, dan dokumen pribadi atau lembaga. Tentu saja, sumber yang dicari di tempat-tempat tersebut harus berkaitan dengan masa lampau yang hendak direkonstruksi.
Gambar: Contoh Sumber Sejarah
2. Kritik Sumber
Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern menilai, apakah sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan, apakah sumber itu asli, turunan, atau palsu. Dengan kata lain, kritik ekstern menilai keakuratan sumber (otentisitas). Kritik intern menilai kesahihannya data dalam sumber (kredibilitas). Keaslian sumber (otentisitas) adalah peneliti melakukan pengujian atas asli tidaknya sumber, berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Bila sumber itu merupakan dokumen tertulis, maka harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, dan hurufnya.
Keshahihan sumber (kreedibilitas) yaitu mencari asal muasal sumber berasal karena kesaksian sumber dalam sejarah adalah faktor terpenting dalam menentukan shahih dan tidaknya bukti atau fakta itu sendiri. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas (sistem kartu), agar memudahkan pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka tulisan.
3. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber. Jadi interpretasi untuk mendapatkan makna dan saling hubungan antara fakta yang satu dengan yang lainnya. Data atau sumber sejarah yang dikritik akan menghasilkan fakta yang akan digunakan dalam penulisan sejarah. Namun demikian, sejarah itu sendiri bukanlah kumpulan dari fakta, parade tokoh, kronologis peristiwa, atau deskripsi belaka yang apa¬bila dibaca akan terasa kering karena kurang mempunyai makna. Fakta-fakta sejarah harus diinterpretasikan atau ditafsirkan agar sesuatu peristiwa dapat direkonstruksikan dengan baik, yakni dengan jalan menyeleksi, menyusun, mengurangi tekanan, dan menempatkan fakta dalam urutan kausal. Dengan demikian, tidak hanya pertanyaan dimana, siapa, bilamana, dan apa yang perlu dijawab, tetapi juga yang berkenaan dengan kata mengapa dan apa jadinya. Dalam interpretasi, seorang sejarawan tidak perlu terkekang oleh batas-batas kerja bidang sejarah semata, sebab sebenarnya kerja sejarah melingkupi segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, untuk memahami kompleksitas sesuatu peristiwa, maka mau tidak mau sejarah memerlukan pendekatan multidimensi. Dengan demikian, berbagai ilmu bantu perlu dipergunakan dengan tujuan mempertajam analisis sehingga diharapkan dapat diperoleh generalisasi ke tingkat yang lebih sempurna. Perlu pula dikemukakan di sini, bahwa dalam tahapan interpretasi inilah subjektifitas sejarawan bermula dan turut mewarnai tulisannya dan hal itu tak dapat dihindarkan. Walau demikian, seorang sejarawan harus berusaha sedapat mungkin menekan subjektifitasnya dan tahu posisi dirinya sehingga nantinya tidak membias ke dalam isi tulisannya.
4. Historiografi
Historiografi adalah penyajian hasil interpretasi fakta dalam bentuk tulisan. Dapat dikatakan historiografi sebagai puncak dari rangkaian kerja seorang sejarawan, dan dari tahapan inilah dapat diketahui baik buruknya hasil kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu dalam penulisan diperlukan kemampuan menyu¬sun fakta-fakta yang bersifat fragmentaris ke dalam tulisan yang sistematis, utuh, dan ko¬munikatif. Dalam penulisan sejarah aspek kronologi sangat penting. Dalam historiografi modern (sejarah kritis), seorang sejarawan yang piawai tidak lagi terpaku kepada bentuk penulisan yang naratif atau deskriptif, tetapi dengan multidimensionalnya lebih mengarah kepada bentuk yang analitis karena dirasakan lebih ilmiah dan mempunyai kemampuan memberi keterangan yang lebih unggul dibandingkan dengan apa yang ditampilkan oleh sejarawan konvensional dengan sejarah naratifnya.
Description: metode sejarah, teori dan metodologi, sejarah
Sejarah seharusnya ditulis oleh orang yang mempunyai kompetensi di bidang kesejarahan (sejarawan) yang diharapkan mampu meneliti dan menulis dengan semangat kritis yang tinggi, dalam arti sejak pengumpulan data atau sumber sejarah (yang biasa disebut heuristik) sampai kepada tahap penulisannya (historiografi), harus dilakukan serangkaian kritik sehingga dapat dihasilkan suatu tulisan sejarah yang didasarkan atas fakta-fakta yang benar-benar teruji dan dapat diandalkan. Untuk mencapainya sejarah harus ditulis melalui prosedur yang disebut Metode Sejarah. Metode ini mempunyai empat tahapan yang integral, yakni Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.
A. PENGERTIAN METODE SEJARAH
Metode sejarah berasal dari dua kata yaitu metode dan sejarah. Kata "metode" memiliki arti cara atau prosedur yang sifatnya sistematis, metode juga dapat diartikan sebagai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah “cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan guna mencapai apa yang telah ditentukan”. Dengan kata lain metode adalah suatu cara yang sistematis untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu, sejarah adalah semua peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Menurut Sartono Kartodirdjo sejarah dapat didefinisikan sebagai berbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Setiap pengungkapannya dapat dipandang sebagai suatu aktualisasi atau pementasan pengalaman masa lampau. Menceritakan suatu kejadian ialah cara membuat hadir kembali (dalam kesadaran) peristiwa tersebut dengan pengungkapan verbal.
Metode sejarah dapat disimpulkan sebagai cara atau prosedur yang sistematis untuk menjelaskan objek kajiannya dalam merekonstruksi masa lampau. Kuntowijoyo mengartikan metode sejarah sebagai petunjuk pelaksaaan dan teknis tentang bahan, kritik dan interpretasi sejarah serta penyajian dalam bentuk tulisan. Metode Sejarah bertujuan memastikan dan mengatakan kembali masa lampau. Metode sejarah digunakan sebagai metode penelitian, pada prinsipnya bertujuan untuk menjawab enam pertanyaan (5W dan 1H) yang merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana). Berdasarkan definisi metode sejarah yang dijelaskan, metode sejarah merupakan cara atau teknik dalam merekonsturksi peristiwa pada masa lampau melalui empat tahapan kerja, yaitu heuristik (pengumpulan sumber), kritik sumber (eksternal/bahan dan internal/isi), interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan kisah sejarah).
B. SISTEMATIKA METODE SEJARAH
1. Heuristik
Heuristik adalah suatu teknik, mencari dan mengumpulkan sumber. Jadi Heuristik adalah tahap mencari, mengumpulkan, menghimpun sumber-sumber, jejak-jejak sejarah yang relevan yang diperlukan untuk dijadikan informasi. Tahap ini merupakan tahap pertama yang harus dilakukan dalam merekonstruksi masa lampau. Ketika kita akan merekonstruksi masa lampau, kita harus melakukan pencarian sumber, dalam pencarian sumber perlu diketahui mengenai jenis-jenis sumber. Sumber dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber tertulis (dokumen, arsip, surat, buku, koran), sumber benda (foto, makam, masjid), dan sumber lisan. Berdasarkan asal-usulnya, sumber dapat dibagi menjadi tiga (dua yang utama), yaitu sumber primer (pelaku, saksi), sumber sekunder (orang yang tidak sezaman dengan peristiwa), dan sumber tersier (karya ilmiah). Penelusuran sumber-sumber ini dapat dilakukan di tempat yang memungkinkan seperti perpustakaan, arsip nasional/daerah, museum, dan dokumen pribadi atau lembaga. Tentu saja, sumber yang dicari di tempat-tempat tersebut harus berkaitan dengan masa lampau yang hendak direkonstruksi.
2. Kritik Sumber
Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern menilai, apakah sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan, apakah sumber itu asli, turunan, atau palsu. Dengan kata lain, kritik ekstern menilai keakuratan sumber (otentisitas). Kritik intern menilai kesahihannya data dalam sumber (kredibilitas). Keaslian sumber (otentisitas) adalah peneliti melakukan pengujian atas asli tidaknya sumber, berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Bila sumber itu merupakan dokumen tertulis, maka harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, dan hurufnya.
Keshahihan sumber (kreedibilitas) yaitu mencari asal muasal sumber berasal karena kesaksian sumber dalam sejarah adalah faktor terpenting dalam menentukan shahih dan tidaknya bukti atau fakta itu sendiri. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas (sistem kartu), agar memudahkan pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka tulisan.
3. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber. Jadi interpretasi untuk mendapatkan makna dan saling hubungan antara fakta yang satu dengan yang lainnya. Data atau sumber sejarah yang dikritik akan menghasilkan fakta yang akan digunakan dalam penulisan sejarah. Namun demikian, sejarah itu sendiri bukanlah kumpulan dari fakta, parade tokoh, kronologis peristiwa, atau deskripsi belaka yang apa¬bila dibaca akan terasa kering karena kurang mempunyai makna. Fakta-fakta sejarah harus diinterpretasikan atau ditafsirkan agar sesuatu peristiwa dapat direkonstruksikan dengan baik, yakni dengan jalan menyeleksi, menyusun, mengurangi tekanan, dan menempatkan fakta dalam urutan kausal. Dengan demikian, tidak hanya pertanyaan dimana, siapa, bilamana, dan apa yang perlu dijawab, tetapi juga yang berkenaan dengan kata mengapa dan apa jadinya. Dalam interpretasi, seorang sejarawan tidak perlu terkekang oleh batas-batas kerja bidang sejarah semata, sebab sebenarnya kerja sejarah melingkupi segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, untuk memahami kompleksitas sesuatu peristiwa, maka mau tidak mau sejarah memerlukan pendekatan multidimensi. Dengan demikian, berbagai ilmu bantu perlu dipergunakan dengan tujuan mempertajam analisis sehingga diharapkan dapat diperoleh generalisasi ke tingkat yang lebih sempurna. Perlu pula dikemukakan di sini, bahwa dalam tahapan interpretasi inilah subjektifitas sejarawan bermula dan turut mewarnai tulisannya dan hal itu tak dapat dihindarkan. Walau demikian, seorang sejarawan harus berusaha sedapat mungkin menekan subjektifitasnya dan tahu posisi dirinya sehingga nantinya tidak membias ke dalam isi tulisannya.
4. Historiografi
Historiografi adalah penyajian hasil interpretasi fakta dalam bentuk tulisan. Dapat dikatakan historiografi sebagai puncak dari rangkaian kerja seorang sejarawan, dan dari tahapan inilah dapat diketahui baik buruknya hasil kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu dalam penulisan diperlukan kemampuan menyu¬sun fakta-fakta yang bersifat fragmentaris ke dalam tulisan yang sistematis, utuh, dan ko¬munikatif. Dalam penulisan sejarah aspek kronologi sangat penting. Dalam historiografi modern (sejarah kritis), seorang sejarawan yang piawai tidak lagi terpaku kepada bentuk penulisan yang naratif atau deskriptif, tetapi dengan multidimensionalnya lebih mengarah kepada bentuk yang analitis karena dirasakan lebih ilmiah dan mempunyai kemampuan memberi keterangan yang lebih unggul dibandingkan dengan apa yang ditampilkan oleh sejarawan konvensional dengan sejarah naratifnya.
Description: metode sejarah, teori dan metodologi, sejarah