Salah seorang tokoh yang mampu memformulasikan konsep Al-Qur’an dalam paradigma yang jelas terutama berkaitan dengan filsafat sejarah adalah Murtadha Muthahhari. Dia adalah ulama intelektual abad ke-20 yang dijadikan sebagai salah seorang model sarjana Islam yang telah memenuhi tiga syarat yang banyak diimpikan, tetapi jarang bertemu dalam satu pribadi, yaitu akar yang kokoh pada studi Islam tradisional, penguasaan memadai atas ilmu-ilmu non-agama, dan sebagai penulis prolifik yang memiliki karya-karya nyata di bidang sosial.
Hadirnya Murtadha Mutahhari dalam dunia pemikiran Islam merupakan sebuah langkah positif dalam memperkaya khasanah pemikiran, terutama konsep tentang masyarakat dan sejarah. Munculnya pemikiran Murtadha Mutahhari tentang masyarakat dan sejarah didasarkan pada adanya teori masyarakat dan sejarah yang diformulasikan dalam bentuk matrealisme sejarah yang dalam alur pemikirannya tidak sesuai dengan logika Islam.
A. BIOGRAFI MURTADHA MUTAHHARI
Murtadha Mutahhari lahir 2 Februari 1919 di Fariman, Iran. Ayahnya Hujjatul Islam Muhammad Husein Mutahhari, terkenal sebagai alim yang dihormati. Ia dibesarkan dalam asuhan ayahnya yang bijak sampai usia 12 tahun. Pada 1932, ketika berusia 12 tahun, Murtadha Mutahhari belajar di lembaga pendidikan di Masyhad. Kemudian 12 tahun berikutnya, 1944, Murtadha Mutahhari tiba di Qum, pusat intelektual dan spiritual Islam di Iran untuk melanjutkan studinya. Selama belajar di Qum, guru utamanya adalah Imam Khomeini. Waktu itu Khomeini masih termasuk seorang pengajar muda yang sangat menonjol, baik karena kedalaman dan keluasan wawasan ke-Islamannya, maupun kemampuannya dalam menyampaikan perkuliahan. Secara aktif, Murtadha Mutahhari mengikuti perkuliahan Khomeini sejak 1946 sampai dengan tahun 1951. Mata kuliah yang diberikan Khomeini meliputi usul fikih, fikih, falsafat, tasawuf, dan teologi. Diantara murid-muridnya, Murtadha Mutahhari adalah yang paling dekat hubungannya dengan Khomeini. Kemudian, diantara para guru yang cukup berpengaruh terhadap Mutahhari di Qum, adalah Muhammad Husein Thabathaba'i, seorang mufasir besar dan guru Falsafat yang cukup terkenal.
Pada 1952, Murtadha Mutahhari meninggalkan Qum menuju Teheran, ibukota Iran. Di kota ini ia mengakhiri masa lajangnya, menikah dengan putri Ayatullah Ruhani. Pada tahun 1974, dalam usia 36 tahun, ia mengajar logika, filsafat, dan fikih di fakultas theologia, universitas Teheran. Ia menjabat sebagai ketua jurusan filsafat. Keluasan ilmunya tampak pada nama-nama kuliah yang diasuhnya: kuliah filsafat, al-Ushul, ilmu kalam, al-Irfan (tasawuf), logika dan kuliah filsafat. Untuk penyebarluasan lebih lanjut pengetahuan ke-Islaman di kalangan masyarakat luas dan lebih mengakrabkan para ulama terhadap persoalan-persoalan sosial. Pada 1960, Murtadha Mutahhari mengorganisasikan sekelompok ulama Teheran, terkenal dengan Masyarakat Keagamaan Bulanan. Tujuan utama perkumpulan ini ialah menyajikan relevansi dan kontekstualisasi Islam dengan permasalahan sosial kontemporer, disamping itu, juga merangsang ide-ide reformis dikalangan ulama yang cenderung tradisional.
Pada 1965, didirikan lembaga serupa, Husainiya-yi Irsyad, namun jauh lebih penting artinya. Lembaga tersebut terletak di Teheran Utara dan dimaksudkan untuk merebut kesetiaan kaum muda berpendidikan sekuler terhadap Islam. Mutahhari disamping sebagai anggota badan pengarah, juga memberikan kuliah di Husainiya-yi Irsyad. Bahkan, ia menyunting dan menyumbangkan tulisannya bagi beberapa penerbitan lembaga tersebut. Namun akhirnya, Murtadha Mutahhari keluar dari Husainiya-yi Irsyad. Sementara itu, ia terus mengajar, baik di Universitas Teheran maupun di tempat-tempat lain. Sejalan dengan itu, dengan tekun, Mutahhari terus aktif menulis sampai tahun kewafatannya. Ada sekitar 60 buku, disamping puluhan artikel dan kaset rekaman yang belum dipublikasikannya. Karya-karyanya meliputi seluruh bidang pengetahuan ke-Islaman. Karya-karyanya telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa. Diantara karya-karyanya adalah sebagai berikut :"Pavarki" bar ushul falsafah va raush ri’aslim, Dastam Rastam, Mas’alah Hijab, Insan Wa Syarnusyt, Adl Illahi, Ila Karasyi bin Madikari, Jadzabeh wa Daf’ah Imam Ali, Khidmat Mutaqabil Islam va Iran, Insone Komil, dan lain-lain.
Pemerintahan dibawah tangan Shah Pahlavi ternyata harus membuat ulama ini bekerja keras dalam mempertahankan eksistensi ideologi, karena dalam masa Shah Pahlevi, mendeskreditkan ideologi Islam merupakan tujuan utamanya. Untuk itu Murtadha Mutahhari memenuhi hidupnya untuk berjuang melawan rezim diktator dibawah Shah Pahlevi. Bersama Ayatullah Imam Khomeini, ia memimpin jalannya revolusi Islam Iran tahun 1979. Berbagai aktivitas dalam dunia politik ia tekuni dalam rangka menundukkan pemerintahan pada waktu itu. Keterlibatan dalam dunia politik inilah yang akhirnya merenggut nyawanya, pada tanggal 2 Mei 1979.
Gambar: Murtadha Mutahhari
B. PENGERTIAN SEJARAH MENURUT MURTADHA MUTAHHARI
Menurut Murtadha Mutahhari (1986:65), sejarah dapat didefinisikan dalam tiga cara yaitu:
1. Pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan kejadian-kejadian masa kini. Pengertian tersebut meliputi empat hal yaitu:
2. Sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Sejarah dalam pengertian ini menurut Mutahhari disebut sebagai sejarah ilmiah.
3. Filsafat sejarah (kesejarahan) didasarkan pada pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang membawa masyarakat bergerak dari satu tahap ke tahap yang lain. Filsafat sejarah membahas tentang hukum-hukum yang menguasai perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, filsafat sejarah adalah ilmu tentang proses menjadinya (becoming) masyarakat, bukan hanya tentang maujudnya (beeing) saja.
C. FILSAFAT SEJARAH MENURUT MURTADHA MUTAHHARI
1. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah bersifat rasional ('aqli), bukan tradisional (naqli). Filsafat sejarah merupakan pengetahuan tentang menjadinya masyarakat, bukan tentang maujudnya. Namun perlu dicatat, bahwa penggunaan atau pemakaian istilah 'filsafat sejarah', hendaknya tidak semata diartikan bahwa filsafat sejarah hanya berhubungan dengan masa lampau. Sebaliknya, filsafat sejarah merupakan telaah tentang arus menerus yang berasal dari masa lampau dan terus mengalir menuju masa mendatang. Waktu, dalam menelaah tipe masalah ini, tidak boleh dianggap hanya sebagai suatu bejana (yang diisi oleh kenyataan sejarah), tetapi harus pula dipandang sebagai salah satu dimensi kenyataan ini (Murtadha Mutahhari, 1986: 71).
2. Sejarah Ilmiah
Sejarah ilmiah didasarkan pada sejarah tradisional. Sejarah tradisional memberikan bahan untuk laboratorium sejarah ilmiah. Dengan demikian, pertama, harus diselidiki dengan sempurna apakah kandungan sejarah tradisional itu otentik dan dapat dipercaya. Apabila tidak dapat dipercaya, maka seluruh penelitian dan kesimpulan ilmiah atas hukum-hukum yang menguasai masyarakat-masyarakat masa lampau akan sia-sia dan tidak bermakna. Apabila sejarah tradisional itu dapat dipercaya, dan bahwa hakikat dan kepribadian masyarakat itu tak tergantung pada individu, maka penyimpulan atas hukum-hukum umum peristiwa-peristiwa dan episode-episode sejarah akan bergantung pada hipotesis bahwa hukum sebab-akibat atau ketentuan sebab-akibat, menguasai lingkup kegiatan manusia.
3. Filsafat Sejarah Islam
Menurut Mutahhari untuk mengetahui pandangan suatu aliran pemikiran mengenai sifat sejarah, bisa digunakan ukuran tertentu yang dapat membantu, sehingga dapat memastikan pendekatannya terhadap berbagai gerakan sejarah dan peristiwa. Untuk itu, ia mengajukan beberapa ukuran yang dipandang tepat untuk telaah tersebut. Al-Quran dengan jelas mengatakan bahwa nasib manusia tidak pernah berubah kecuali apabila ia mengubah sikap mental dan keruhaniannya (Al-Quran, 13:11). Menurut Muthahhari, ayat ini dengan jelas menafikan teori determinisme ekonomi sejarah.
4. Gerak atau Dinamika Sejarah
Dalam buku-buku filsafat sejarah, masalah-masalah dinamika sejarah dan faktor-faktor penggerak yang menyebabkan gerak maju masyarakat biasanya dirumuskan dalam suatu cara pemikiran tertentu. Beberapa teori yang berkaitan dengan gerak sejarah adalah:
Description: filsafat sejarah murtadha mutahhari, pemikiran murtadha mutahhari, murtadha mutahhari
A. BIOGRAFI MURTADHA MUTAHHARI
Murtadha Mutahhari lahir 2 Februari 1919 di Fariman, Iran. Ayahnya Hujjatul Islam Muhammad Husein Mutahhari, terkenal sebagai alim yang dihormati. Ia dibesarkan dalam asuhan ayahnya yang bijak sampai usia 12 tahun. Pada 1932, ketika berusia 12 tahun, Murtadha Mutahhari belajar di lembaga pendidikan di Masyhad. Kemudian 12 tahun berikutnya, 1944, Murtadha Mutahhari tiba di Qum, pusat intelektual dan spiritual Islam di Iran untuk melanjutkan studinya. Selama belajar di Qum, guru utamanya adalah Imam Khomeini. Waktu itu Khomeini masih termasuk seorang pengajar muda yang sangat menonjol, baik karena kedalaman dan keluasan wawasan ke-Islamannya, maupun kemampuannya dalam menyampaikan perkuliahan. Secara aktif, Murtadha Mutahhari mengikuti perkuliahan Khomeini sejak 1946 sampai dengan tahun 1951. Mata kuliah yang diberikan Khomeini meliputi usul fikih, fikih, falsafat, tasawuf, dan teologi. Diantara murid-muridnya, Murtadha Mutahhari adalah yang paling dekat hubungannya dengan Khomeini. Kemudian, diantara para guru yang cukup berpengaruh terhadap Mutahhari di Qum, adalah Muhammad Husein Thabathaba'i, seorang mufasir besar dan guru Falsafat yang cukup terkenal.
Pada 1952, Murtadha Mutahhari meninggalkan Qum menuju Teheran, ibukota Iran. Di kota ini ia mengakhiri masa lajangnya, menikah dengan putri Ayatullah Ruhani. Pada tahun 1974, dalam usia 36 tahun, ia mengajar logika, filsafat, dan fikih di fakultas theologia, universitas Teheran. Ia menjabat sebagai ketua jurusan filsafat. Keluasan ilmunya tampak pada nama-nama kuliah yang diasuhnya: kuliah filsafat, al-Ushul, ilmu kalam, al-Irfan (tasawuf), logika dan kuliah filsafat. Untuk penyebarluasan lebih lanjut pengetahuan ke-Islaman di kalangan masyarakat luas dan lebih mengakrabkan para ulama terhadap persoalan-persoalan sosial. Pada 1960, Murtadha Mutahhari mengorganisasikan sekelompok ulama Teheran, terkenal dengan Masyarakat Keagamaan Bulanan. Tujuan utama perkumpulan ini ialah menyajikan relevansi dan kontekstualisasi Islam dengan permasalahan sosial kontemporer, disamping itu, juga merangsang ide-ide reformis dikalangan ulama yang cenderung tradisional.
Pada 1965, didirikan lembaga serupa, Husainiya-yi Irsyad, namun jauh lebih penting artinya. Lembaga tersebut terletak di Teheran Utara dan dimaksudkan untuk merebut kesetiaan kaum muda berpendidikan sekuler terhadap Islam. Mutahhari disamping sebagai anggota badan pengarah, juga memberikan kuliah di Husainiya-yi Irsyad. Bahkan, ia menyunting dan menyumbangkan tulisannya bagi beberapa penerbitan lembaga tersebut. Namun akhirnya, Murtadha Mutahhari keluar dari Husainiya-yi Irsyad. Sementara itu, ia terus mengajar, baik di Universitas Teheran maupun di tempat-tempat lain. Sejalan dengan itu, dengan tekun, Mutahhari terus aktif menulis sampai tahun kewafatannya. Ada sekitar 60 buku, disamping puluhan artikel dan kaset rekaman yang belum dipublikasikannya. Karya-karyanya meliputi seluruh bidang pengetahuan ke-Islaman. Karya-karyanya telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa. Diantara karya-karyanya adalah sebagai berikut :"Pavarki" bar ushul falsafah va raush ri’aslim, Dastam Rastam, Mas’alah Hijab, Insan Wa Syarnusyt, Adl Illahi, Ila Karasyi bin Madikari, Jadzabeh wa Daf’ah Imam Ali, Khidmat Mutaqabil Islam va Iran, Insone Komil, dan lain-lain.
Pemerintahan dibawah tangan Shah Pahlavi ternyata harus membuat ulama ini bekerja keras dalam mempertahankan eksistensi ideologi, karena dalam masa Shah Pahlevi, mendeskreditkan ideologi Islam merupakan tujuan utamanya. Untuk itu Murtadha Mutahhari memenuhi hidupnya untuk berjuang melawan rezim diktator dibawah Shah Pahlevi. Bersama Ayatullah Imam Khomeini, ia memimpin jalannya revolusi Islam Iran tahun 1979. Berbagai aktivitas dalam dunia politik ia tekuni dalam rangka menundukkan pemerintahan pada waktu itu. Keterlibatan dalam dunia politik inilah yang akhirnya merenggut nyawanya, pada tanggal 2 Mei 1979.
B. PENGERTIAN SEJARAH MENURUT MURTADHA MUTAHHARI
Menurut Murtadha Mutahhari (1986:65), sejarah dapat didefinisikan dalam tiga cara yaitu:
1. Pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan kejadian-kejadian masa kini. Pengertian tersebut meliputi empat hal yaitu:
- Sejarah merupakan pengetahuan tentang sesuatu berupa pengetahuan tentang rangkaian episode pribadi atau individu, bukan merupakan pengetahuan tentang serangkaian hukum dan hubungan umum.
- Sejarah merupakan suatu telaah atas riwayat-riwayat dan tradisi-tradisi, bukan merupakan disiplin rasional.
- Sejarah merupakan pengetahuan tentang mengada (being), bukan pengetahuan tentang menjadi (becoming).
- Sejarah berhubungan dengan masa lampau, bukan masa kini. Tipe sejarah ini menurut Mutahhari disebut sebagai sejarah tradisional (tarikh naqli) atau sejarah yang ditransmisikan (transmitted history).
2. Sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Sejarah dalam pengertian ini menurut Mutahhari disebut sebagai sejarah ilmiah.
3. Filsafat sejarah (kesejarahan) didasarkan pada pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang membawa masyarakat bergerak dari satu tahap ke tahap yang lain. Filsafat sejarah membahas tentang hukum-hukum yang menguasai perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, filsafat sejarah adalah ilmu tentang proses menjadinya (becoming) masyarakat, bukan hanya tentang maujudnya (beeing) saja.
C. FILSAFAT SEJARAH MENURUT MURTADHA MUTAHHARI
1. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah bersifat rasional ('aqli), bukan tradisional (naqli). Filsafat sejarah merupakan pengetahuan tentang menjadinya masyarakat, bukan tentang maujudnya. Namun perlu dicatat, bahwa penggunaan atau pemakaian istilah 'filsafat sejarah', hendaknya tidak semata diartikan bahwa filsafat sejarah hanya berhubungan dengan masa lampau. Sebaliknya, filsafat sejarah merupakan telaah tentang arus menerus yang berasal dari masa lampau dan terus mengalir menuju masa mendatang. Waktu, dalam menelaah tipe masalah ini, tidak boleh dianggap hanya sebagai suatu bejana (yang diisi oleh kenyataan sejarah), tetapi harus pula dipandang sebagai salah satu dimensi kenyataan ini (Murtadha Mutahhari, 1986: 71).
2. Sejarah Ilmiah
Sejarah ilmiah didasarkan pada sejarah tradisional. Sejarah tradisional memberikan bahan untuk laboratorium sejarah ilmiah. Dengan demikian, pertama, harus diselidiki dengan sempurna apakah kandungan sejarah tradisional itu otentik dan dapat dipercaya. Apabila tidak dapat dipercaya, maka seluruh penelitian dan kesimpulan ilmiah atas hukum-hukum yang menguasai masyarakat-masyarakat masa lampau akan sia-sia dan tidak bermakna. Apabila sejarah tradisional itu dapat dipercaya, dan bahwa hakikat dan kepribadian masyarakat itu tak tergantung pada individu, maka penyimpulan atas hukum-hukum umum peristiwa-peristiwa dan episode-episode sejarah akan bergantung pada hipotesis bahwa hukum sebab-akibat atau ketentuan sebab-akibat, menguasai lingkup kegiatan manusia.
3. Filsafat Sejarah Islam
Menurut Mutahhari untuk mengetahui pandangan suatu aliran pemikiran mengenai sifat sejarah, bisa digunakan ukuran tertentu yang dapat membantu, sehingga dapat memastikan pendekatannya terhadap berbagai gerakan sejarah dan peristiwa. Untuk itu, ia mengajukan beberapa ukuran yang dipandang tepat untuk telaah tersebut. Al-Quran dengan jelas mengatakan bahwa nasib manusia tidak pernah berubah kecuali apabila ia mengubah sikap mental dan keruhaniannya (Al-Quran, 13:11). Menurut Muthahhari, ayat ini dengan jelas menafikan teori determinisme ekonomi sejarah.
- Strategi Dakwah
Menurut Muthahhari, Islam tidak memandang moralitas hanya sebagai cita-cita damai, peyakinan melalui cara-cara damai nan lembut, dan cinta kasih, seperti yang ditekankan dalam agama Kristen, Islam menyatakan bahwa kadang-kadang kekuatan juga adalah moral. Dengan alasan ini juga, Islam memandang perjuangan melawan kezaliman sebagai suatu tugas suci, dan dalam keadaan-keadaan tertentu, berjihad, yang berarti perjuangan bersenjata, adalah wajib.
- Daftar Istilah Suatu Ideologi
Salah satu ciri khas Islam adalah bahwa agama ini tidak memberikan cap-cap yang bersifat ras, kalas, profesi, daerah atau perseorangan untuk memperkenalkan diri atau para pengikutnya. Para pengikut agama ini tidak dicirikan dengan cap-cap seperti orang Semit, miskin, kaya, tertindas, putih, hitam, Asia, Barat, Timur, Muhammadan, Quranis, dan Ka’bais. Tak satu pun dari label-label semacam itu dipandang sebagai identitas para pengiktnya. Islam berarti penyerahan kepada Allah, tidak lebih dari itu. Islam adalah penyerahan diri kepada kebenaran.- Syarat-Syarat Positif dan Negatif Untuk Penerimaan
Bagaimanakah keadaan-keadaan baik dan tak baik menurut Islam? Penafsiran Islam atas keadaan-keadaan ini berkisar di sekitar sifat manusia. Kadang-kadang Al-Quran menekankan kesenantiasa-takwaan; kadang-kadang menyebut perasaan yang timbul berkat kesadaran akan tanggung jawab terhadap keseluruhan sistem keberadaan sebagai suatu keadaan; atau kadang-kadang menyebutkan bahwa fitrah yang dikaruniakan oleh Allah dalam diri seseorang harus tetap utuh dan hidup ‘untuk memberi peringatan kepada yang hidup. Jadi, keadaan-keadaan penting, menurut Islam, agar bisa menerima seruannya ialah takwa, kecemasan dan pengertian yang timbul dari rasa tanggung jawab terhadap sistem ciptaan dan kesenantiasaan fitrah yang dikaruniakan Allah.- Bangun dan Jatuhnya Masyarakat
Sebab-sebab kebangunan dan kemajuan masyarakat serta sebab-sebab kemunduran mereka menurut Muthahhari meliputi: keadilan dan kezaliman, persatuan dan perpecahan, amar ma’ruf nahi munkar. (Ketika manusia bergegas melaksanakan kebaikan dan menghindari kemaksiatan atau penyimpangan, mereka akan segera mendapatkan kemajuan dalam peradabannya, sebaliknya yang mengabaikannya akan terjurumus dalam kehancuran) dan kebobrokan moral.
4. Gerak atau Dinamika Sejarah
Dalam buku-buku filsafat sejarah, masalah-masalah dinamika sejarah dan faktor-faktor penggerak yang menyebabkan gerak maju masyarakat biasanya dirumuskan dalam suatu cara pemikiran tertentu. Beberapa teori yang berkaitan dengan gerak sejarah adalah:
- Teori Rasial
Menurut teori ini, ras-ras tertentu merupakan penyebab utama kemajuan sejarah. Beberapa ras mampu menciptakan budaya dan peradaban, sedang ras lain tidak memiliki bakat semacam itu. Beberapa ras memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan, falsafah, kesenian, keterampilan, dan moralitas, sementara ras-ras lainnya hanya merupakan konsumen produk-produk ras-ras tertentu- Teori Geografis
Menurut teori ini, faktor utama penyebab terciptanya perbedaan dan budaya serta perkembangan industri ialah lingkungan fisik. Perangai-perangai moderat dan pikiran-pikiran kuat berkembang di kawasan-kawasan beriklim sedang. Pada permulaan bukunya, al-Qanun, Ibn Sina membahas secara terinci pengaruh faktor lingkungan fisik atas ragam pemikiran, rasa, dan segi-segi kejiwaan lainnya dari kepribadian manusia.- Teori Peranan Jenius dan Pahlawan
Menurut teori ini, seluruh perubahan dan perkembangan ilmiah, politik, teknologi, dan moral sepanjang sejarah ditimbulkan oleh orang-orang jenius.- Teori Ekonomi
Menurut teori ini, ekonomi merupakan faktor penggerak sejarah. Semua ragam masyarakat dan sejarah setiap bangsa, termasuk segi-segi budaya, agama, politik, militer, dan masyarakat, mencerminkan ragam dan hubungan-hubungan produksi suatu masyarakat. Perubahan apa pun dalam dasar ekonomi suatu masyarakat, secara keseluruhan, mengubahnya dan membawanya maju.- Teori Keagamaan
Menurut teori ini, semua kejadian di dunia berasal dari Tuhan dan ditentukan oleh kebijaksanaan sempurna Tuhan. Segala evolusi dan perubahan yang terjadi dalam sejarah merupakan perwujudan-perwujudan kehendak Tuhan dan Kebijaksanaan Sempurna Tuhan. Jadi, penggerak dan pengubah sejarah ialah Kehendak Tuhan. Drama sejarah ditulis dan diarahkan oleh Kehendak Tuhan. Menurut Mutahhari, kebanyakan teori tidak berhubungan secara memadai dengan sebab penggerak sejarah. Misal, teori rasial merupakan hipotesis sosiologi yang dapat dikemukakan dalam hubungan dengan masalah apakah semua ras memiliki jenis-jenis bakat turunan yang sama dan pada tingkat yang sama. Demikian juga dengan teori geografi, hal ini bermanfaat dalam konteks sosiologis mengenai peranan lingkungan kawasan dalam perkembangan kemampuan-kemampuan pikir, budaya, susila, dan kejiwaan manusia. Menurut teori ini, gerakan sejarah terbatas pada manusia suatu kawasan tertentu, pada kawasan lainnya kehidupan tetap statis dan tidak berubah sebagaimana kehidupan hewan.- Teori Alam
Ada teori ketiga yang dapat disebut 'teori sifat manusia'. Menurut teori ini, manusia memiliki sifat-sifat melekat tertentu, yang bertanggung jawab atas watak evolusioner kehidupan masyarakat. Salah satu sifat semacam itu ialah kemampuan mengumpulkan dan menyimpan pengalaman-pengalaman hidup. Segala yang telah diperoleh melalui pengalaman disimpan sehingga menjadi dasar bagi pengalaman-pengalaman selanjutnya. Sifat kedua manusia adalah kemampuannya untuk belajar lisan dan tulisan. Pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang telah dicapai orang lain dikomunikasikan melalui lisan dan tulisan. Sifat ketiga manusia adalah bahwa ia mampu bernalar dan mencipta. Sifat ketiga ini membuatnya mampu mencipta dan menemukan, yang merupakan perwujudan dari daya ciptanya.
Description: filsafat sejarah murtadha mutahhari, pemikiran murtadha mutahhari, murtadha mutahhari