Cari kaos bagus? yuk merapat di Distro Surfingan
Tampilkan postingan dengan label Kerajaan Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kerajaan Islam. Tampilkan semua postingan

Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam, Kerajaan Mataram Islam memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengIslamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak Islam di jawa. Dinasti Mataram Islam sesungguhnya berawal dari keluarga petani, begitulah yang tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya berlangsung di pinggiran Kali Opak, di Yogyakarta sekarang. Suatu hari, adalah seorang petani bernama Ki Ageng Giring. Sementara ia mencangkul di ladang, tiba-tiba ada kelapa muda jatuh lalu terdengar suara; “barangsiapa minum air kelapa muda ini, ia dan keturunannya bakal berkuasa di Tanah Jawa”. Konon “wahyu keprabon” yang ada dalam kelapa muda itu adalah sabda wali terkenal di Jawa, Sunan Kalijaga. Ki Ageng Giring lalu membawa pulang cengkir (kelapa muda) yang masih hijau segar itu. Namun ia tak bisa segera meminumnya, karena pada saat itu ia sedang tirakat berpuasa, hingga kemudian ia pergi membersihkan diri di sungai. Tak lama kemudian datang sahabatnya, Ki Gede Pemanahan bertamu. Melihat kelapa muda tergeletak, tamu yang haus itupun segera meminumnya. Pada tetes terakhir Ki Ageng Giring muncul. Ia melihat air kelapa muda itu telah terminum oleh orang lain. Ia sangat menyesal dan kecewa. Tapi apa daya, ia hanya bisa meminta, agar sewaktu-waktu kelak, sesudah keturunan Gede Pemanahan yang ketujuh, keturunannya lah yang akan menggantikan menguasai Jawa”.

Banyak versi mengenai masa awal berdirinya kerajaan Mataram berdasarkan mitos dan legenda. Pada umumnya versi-versi tersebut mengaitkannya dengan kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti Demak dan Pajang. Menurut salah satu versi, setelah Demak mengalami kemunduran, ibukotanya dipindahkan ke Pajang dan mulailah pemerintahan Pajang sebagai kerajaan. Kerajaan ini terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik keluarga dengan Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Setelah berhasil menaklukkan Aryo Penangsang, Sultan Hadiwijaya (1550-1582), raja Pajang memberikan hadiah kepada 2 orang yang dianggap berjasa dalam penaklukan itu, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati. Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak pada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang beribukota di Kotagede.

wilayah mataram islam
Gambar : Wilayah Mataram Islam



A. AWAL BERDIRINYA KERAJAAN MATARAM ISLAM
Setelah kerajaan Demak runtuh, kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja Pajang masih mempunyai musuh yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Di dalam peperangan akhirnya Danang Sutwijaya berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya adalah anak dari Ki Pemanahan, dan anak angkat dari raja Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya adalah anak angkat Sultan sendiri maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan memberitahukannya kepada Sultan Adiwijaya. Sehingga Kyai Juru Martani mengusulkan agar Ki Pemanahan dan Ki Penjawi memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah yang membunuh Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.

Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak kepada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang beribukota di Kotagede. Senopati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601. Selama pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya. Panembahan Senopati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.


B. SISTEM PEMERINTAHAN MATARAM ISLAM
Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya digantikan oleh anaknya yang bernama Mas Jolang atau Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12 tahun (1601-1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman Danalaya di sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal di hutan Krapyak ketika beliau sedang berburu. Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645) Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung juga menaklukkan daerah pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Beliau juga merupakan penguasa yang secara besar-besaran memerangi VOC yang pada saat itu sudah menguasai Batavia. Karya Sultan Agung dalam bidang kebudayaan adalah Grebeg Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan Agung meninggal pada tahun 1645.
Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengan banyak pembunuhan dan kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan ke Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.
Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga dengan sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataram harus mengganti kerugian akibat perang.

Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun 1703, Ia digantikan oleh anaknya yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat III). Dia juga sangat menentang VOC. Karena pertentangan tersebut VOC tidak setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC mengangkat Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara (perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I, namun Amangkurt III menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan diganti oleh Amangkurat IV (1719-1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para bangsawan yang menentangnya, dalam hal ini Voc kembali turut andil di dalamnya. Sehingga kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-1723. Sunan Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC.

Paku Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas Garendi yang bersama pemberontak China menggempur kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Panaraga. Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton telah porak poranda yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta (1744). Setelah itu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Paku Buwana menugaskan Mangkubumi untuk menumpas kaum pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di Sukowati (Sragen sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi Paku Buwono II mengingkari janjinya sehingga akhirnya dia berdamai dengan Mas Said. Mereka berdua pun melakukan pemberontakan bersama-sama hingga pecah Perang Perebutn Mahkota III (1747-1755).

Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea berdua dan akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1749. Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat Paku Buwana III.
Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai. Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar Hamengku Buwana I dan mendirikan Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada Paku Buwana III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan Paku Buwana III.

Raja-Raja Mataram Islam :
1. Panembahan Senopati (1584-1601 M)
2. Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)
3. Mas Rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)
4. Amangkurat I (1646- 1676 M)
5. Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
6. Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M
7. Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)
8. Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
9. Paku Buwana II (1727-1749 M)
10. Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC.
11. Sultan Agung.


B. SUMBER SEJARAH MATARAM ISLAM
Sumber sejarah mengenai periode kerajaan Pajang dan permulaan kerajaan Mataram Islam sebenarnya sangat terbatas. Sumber tersebut sebagian besar terdiri dari naskah-naskah Babad, Serat ataupun tradisi lisan. Sumber asing baik dari Portugis pada abad ke 16 dan permulaan abad ke 17 sebagian besar hanya menyinggung kejadian-kejadian di kota-kota pantai, baik yang mengenai kegiatan perdagangan ataupun sedikit mengenai kerajaan. Oleh karena itu untuk menguraikan sejarah timbulnya kerajaan Mataram Islam terpaksa hanya didasarkan atas sumber-sumber dalam negeri tersebut.


Description: kerajaan mataram islam, mataram islam, kerajaan islam

Kerajaan Pajang

Pajang merupakan daerah pengging bekas kerajaan Majapahit. Jaka Tingkir adalah anak dari Kebo Kenanga atau Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Pengging adalah bupati di Pengging. Setelah Demak terjadi perang saudara dan Jaka Tingkir lah yang menjadi peredam konflik sebagai pihak ke-3. Setelah kematian Prawoto dan Kalinyamat. Jaka Tingkir menyuruh Ki Ageng Panjawi, Ki Ageng Pemanahan, Ngabei Loring Pasar, dan Juru Martani untuk menyerang Arya Penangsang. Dengan kemenangan tersebut lalu berpindahlah kekuasaan Demak ke Pajang yang dipimpin oleh Jaka Tingkir atau Adiwijaya. Kemudian Ki Ageng Panjawi mendapat kekuasaan di Jepara. Sedangkan Ki Ageng Pemanahan mendapat tanah Mataram yang kelak menjadi penguasa setelah runtuhnya Pajang. Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Adiwijaya berjalan lancar awalnya. Tapi keadaan berubah setelah Ki Ageng Pemanahan yang diberi kekuasaan di tanah Mataram meninggal pada tahun 1575 dan kekuasaan ditanah Mataram digantikan oleh anaknya yaitu Sutawijaya atau Ngabei Loring Pasar. Sultan Pajang telah memberi hak otonomi kepada Mataram. Tetapi dengan syarat tiap tahun harus sobo ke Pajang dengan membawa upeti.

Pembangunan benteng dilakukan di Mataram oleh perintah dari Sutawijaya. Dengan sibuk mendirikan benteng, ia lupa sobo ke Pajang. Sutawijaya memang segan untuk tunduk pada Pajang, tapi dia masih takut pada Adiwijaya. Ki Juru Martani membujuk agar Sutawijaya mau sobo ke Pajang. Tapi Sutawijaya tidak memperdulikannya, bahkan Sutawijaya memerintahkan rakyat Mataram untuk mencegat orang-orang Kedu dan Bagelan yang membawa upeti untuk Pajang. Malah Sutawijaya yang menerima upeti dan mengajak mereka berpesta. Mendengar hal tersebut, Adiwijaya merasa marah dan beliau mengirimkan Ki Wilamarta dan Wuragil untuk memanggil Sutawijaya dengan pesan agar Sutawijaya berhenti makan minum dan mencukur rambutnya. Tapi dengan bengalnya Sutawijaya menjawab “katakana pada sultan Pajang bahwa aku masih doyan makan dan minum, tentang perintah cukur, katakana bahwa rambut itu tumbuh sendiri. Tentang sobo, katakana bahwa saya akan datang menghadap!”. Adiwijaya merasa sangat marah pada sikap Sutawijaya, tapi hal ini tidak membuat Adiwijaya berniat langsung menggempur Mataram. Lalu dipihak lain Raden Pabelan, putra bupati Mayang ketahuan mesum dengan putri sekar kedaton. Lalu mendapat hukuman mati dan dibuang ke Semarang. Mendengar hal tersebut Sutawijaya tidak terima bahwa iparnya akan dihukum mati. Lalu Sutawijaya mwngirimkan pasukan untuk mencegat dan membawa pulang Raden Pabelan.

Adiwijaya murka terhadap tindakan Sutawijaya, perang harus dilakukan, Mataram akan digempur oleh Pajang tahun 1582. Tetapi pasukan Pajang yang dipimpin Adiwijaya terhenti di Prambanan karena Adiwijaya sakit. Pasukan diperintahkan pulang ke Pajang, tetapi di buntuti oleh Sutawijaya dan pasukannya. Akhirnya mereka semua dihancurkan. Selepas Adiwijaya sakit, lalu sultan Adiwijaya meninggal. Dan kembali terjadi keributan tahta, pangeran Benowo yang merupakan putra Adiwijaya mungkin bisa menjadi sultan, tapi dia hanyalah putra dari selir atas perkawinannya dengan putri Trenggana, Adiwijaya memiliki seorang putri yang dinikahi oleh adipati Demak.

kerajaan pajang
Gambar : Sketsa Desa Sala Semasa Kerajaan Pajang


Atas usulan dari Sunan Kudus, adipati Demak mendapat tahta atas Demak. Sedangkan Benowo menjadi adipati Jipang. Benowo merasa diperlakukan tidak adil, dia meminta bantuan kepada Sutawijaya untuk menyerang adipati Demak sehingga kekuasaan Pajang ada pada tangannya. Sutawijaya mengiyakan dengan perjanjian antara mereka berdua yaitu semua hak dari Benowo akan diberikan kepada Sutawijaya. Akhirnya adipati Demak dapat diringkus dan dipulangkan ke Demak. Mulai saat itu Pajang mengalami kekosongan kekuasaan, Sutawijaya yang berhak atas Pajang tidak mau menetap di Pajang karena dia juga sudah memiliki keraton sendiri di Mataram.

Akhirnya Pajang ditinggalkan dan tidak diurusi lagi, Benowo menjadi bawahan dari Sutawijaya. Dan Sutawijaya menjadi sultan di Mataram. Mataram merdeka dan menjadi kasultanan yang berdaulat pada tahun 1586 dengan sultannya yaitu Sutawijaya dengan gelar Senopti Ing alaga Saidin Panatagama atau kadang disebut Panembahan Senopati. Berakhirlah Pajang dan dimulainya pemerintahan Mataram Islam.


Description: kerajaan pajang, pajang, kerajaan islam

Kerajaan Demak

Demak adalah sebuah wilayah pemberian dari brawijaya yaitu tepatnya di Glagah Wangi. Didaerah ini terus berkembang dan membentuk sebuah kekuatan yang kuat. Dengan para sunan yang membantu dalam pembentukan wilayah Demak Bintoro ini. Raden Patah atau Jin Bun merupakan anak dari Brawijaya raja Majapahit. Demak adalah sebuah kota pelabuhan di Jawa. Maka Demak berkembang menjadi kota dagang dan pusat penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dari Majapahit. Setelah Majapahit hancur, maka Demak menjadi negara Islam pertama yang berdiri di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah dengan gelar Sultan alam Akbar Al-Fatah, atau Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Atas saran dari Sunan Ampel, beliau menjadi raja Demak. Sunan Ampel adalah seorang guru dari Raden Patah dan termasuk petinggi wali songo yang mempunyai kehendak lebih dari wali-wali yang lain.

Penyerangan Demak ke Majapahit diawali dari dikuasainya Majapahit oleh Girindrawardhana yang tidak memiliki hak. Bahkan lebih berhak Raden Patah yang menjadi raja karena beliau adalah anak dari Brawijaya. Oleh karena itu Raden Patah yang menghimpun kekuatan dan menyerang Majapahit dan menguasai daerah kekuasaan Majapahit. Namun pusat kerajaan Majapahit yang diserang pada tahun 1478 masehi tidak dibumi hanguskan dan tidak dirusak. Kerajaan Demak merdeka dan berdiri sendiri. Majapahit diangkat sebagi daerah bawahan dari Demak dan dibiarkan berkembang. Dari segi ekonomi, Demak mampu menjadi negara maritim. Lokasi kerajaan Demak yang strategis mengakibatkan Demak cepat berkembang dalam segi ekonomi. Letak Demak di tepi laut dan dibelakangnya terbentang tanah pertanian yang sangat subur dengan hutan jati yang sangat lebat.

Sejak tahun 1509 Adipati Unus anak dari Raden Patah, telah bersiap untuk menyerang Malaka. Namun pada tahun 1511 telah didahului Portugis. Tapi adipati unus tidak mengurungkan niatnya, pada tahun 1512 Demak mengirimkan armada perangnya menuju Malaka. Namun setalah armada sampai dipantai Malaka, armada pangeran sabrang lor dihujani meriam oleh pasukan portugis yang dibantu oleh menantu sultan Mahmud, yaitu sultan Abdullah raja dari Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran sabrang lor atau Adipati Unus. Tetapi kembali gagal, padahal kapal telah direnofasi dan menyesuaikan medan.

peta kerajaan demak
Gambar : Peta Kerajaan Demak


Pada tahun 1521 Adipati Unus mangkat mendadak, hal ini membuat Demak tergoyahkan, siapakah yang menjadi pengganti dari Raden Patah jika Adipati Unus meninggal. Anak dari Raden Patah sendiri ada 4 orang menurut serat kanda. Adipati Unus dan Trenggana anak dari istri yang tertua berasal dari giri, kanduruhan lahir dari istri kedua, sedangkan istri ketiga melahirkan Kikin. Raden Kanduruhan mempunyai usia yang lebih tua dari Trenggana. Hal ini menjadi pemicu terjadinya perang saudara di Demak. Melihat keadaan ini, Girindrawardhana menyikapinya dengan baik. Hal ini menjadi kesempatan bagi Majapahit untuk menjadi penguasa. Tetapi sebelum itu, Majapahit yang terdengar sudah tidak enak lagi di telinga, maka Sultan Trenggana mengirimkan sunan gunung jati untuk menyerang Majapahit pada tahun 1527. Pada tahun itu juga Girindrawardhana tewas dan bupati Majapahit tidak lagi ada. Dan akhirnya Majapahit musnah.


A. PERANG SAUDARA DI DEMAK
Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung Raden Patah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden Patah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya sultan Trenggana manjadi sultan kedua di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari pemerintahannya adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah Demak berubah menjadi kesultanan pajang.

Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh. Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta.

Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan kematian kalinyamat, maka janda dari pangeran kalinyamat membuat saembara. Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat. Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena beliau juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.

Dinasti jin bun di Demak berakhir 1546, hanya bertahan selama 68 tahun sejak berdirinya. Pada tahun ini juga berdirilah kesultanan pajang, disebelah barat kota Surakarta sekarang. Perang saudara yang telah mengahiri kekuasaan kasultanan Demak di pulau Jawa. Dengan ini kasultanan dilanjutkan oleh Jaka Tingkir yang mampu menghandle semua kerusuhan yang terjadi di Demak dan memindahkan pusat kekuasaan di Pajang.


Description: kerajaan demak, demak, kerajaan islam