Cari kaos bagus? yuk merapat di Distro Surfingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Sosial Ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Sosial Ekonomi. Tampilkan semua postingan

Krisis Ekonomi dan Kondisi Sosial Masyarakat Indonesia Tahun 1965-1966

Tahun 1965-1966 merupakan tahun yang kelam bagi masyarakat Indonesia, karena pada tahun itu Peristiwa Gerakan 30 September terjadi, para petinggi militer Indonesia ditangkap dan dibunuh oleh kelompok orang yang ingin mengkudeta pemerintahan saat itu, beberapa kantor pemerintahan (diantaranya kantor RRI) juga berhasil diduduki oleh kelompok yang mengatasnamakan PKI (Partai Komunis Indonesia). Situasi tersebut mengakibatkan kondisi politik, militer, sosial dan ekonomi menjadi sangat kacau. Terlebih memang pada tahun-tahun itu Indonesia mengalami krisis ekonomi yang begitu hebat karena pemerintah dibawah pemerintahan Soekarno tidak berhasil mengendalikan laju perekonomian saat itu, kondisi politik yang terus mengalami perubahan juga berdampak akan hal itu sehingga kepercayaan masyarakat kepada pemerintah mulai berkurang. Keadaan ekonomi saat itu mengalami stagflasi (stagnasi dan inflasi).

Pada bulan Agustus 1965 Soekarno menarik Indonesia dari hubungan-hubungan yang masih tersisa dengan dunia kapitalis (Dana Moneter Internasional/IMF, Interpol, Bank Dunia). Kini struktur sosial, politik, dan ekonomi bangsa Indonesia hampir runtuh. Inflasi sangat tinggi, dengan harga-harga barang naik sekitar 500 persen selama setahun itu.Diduga harga beras pada akhir tahun 1965 sedang naik sebesar 900 persen setiap tahun. Kurs pasar gelap untuk rupiah terhadap dolar Amerika jatuh dari Rp 5.100,00 pada awal tahun 1965 menjadi Rp 17.500,00 pada kuartal ketiga tahun itu dan Rp 50.000,00 pada kuartal keempat.

Rakyat kesulitan mendapat kebutuhan pokok. Defisit saldo neraca pembayaran dan defisit keuangan pemerintah sangat besar (1965 : defisit 200% APBN). Jumlah pendapatan pemerintah rata-rata Rp 151 juta (’55-65), sedangkan pengeluaran rata-rata 359 juta atau lebih dari 100% pendapatan. Kegiatan sektor pertanian dan sektor industri manufaktur relatif terhenti karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung. Tingkat inflasi sangat tinggi, mencapai lebih dari 300 - 500% per tahun.

soekarno
Gambar : Soekarno


Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno dan PKI meluntur. Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; merekapun menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.

Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya gerakan anti terhadap PKI dan timbul pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.
Pemerintah melakukan Devaluasi pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa orde lama banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain.

Di kota-kota besar, kota-kota kecil, dan desa-desa kaum komuis maupun yang anti komunis merasa yakin akan cerita-cerita tentang sedang dipersiapkannya regu-regu pembunuh dan sedang disusunnya daftar calon para korbannya. Ramalan-ramalan, pertanda-pertanda, dan tindak kekerasan merajalela. Sejak akhir bulan September dengan berkumpulnya puluhan ribu tentara di Jakarta dalam rangka mempersiapkan peringatan Hari Angkatan Bersenjata pada tanggal 05 Oktober, dugaan-dugaan tentang akan terjadinya kudeta menjadi semakin santer. Pada tanggal 20 September,Yakni akhirnya mengumumkan bahwa angkatan darat menetang pembentukan “angkatan kelima”
Pada tanggal 30 September malam sampai 01 Oktober 1965 ketegangan-ketegangan meletus karena terjadinya percobaan kudeta di Jakarta.Pada tanggal 30 September 1965 malam struktur yang lemah tersebut hancur.Kejadian itu berlangsung berbulan-bulan sebelum akibat-akibatnya menjadi jelas, tetapi perimbangan kekuatan-kekuatan yang bermusuhan yang mendukung demokrasi terpimpin telah berakhir.

Memasuki tahun 1966 mengalami peralihan pemerintahan dari tangan Soekarno (Orde Lama) ke tangan Soeharto(Orde Baru) banyak kalangan menilai ini juga peralihan paham dari sosialis ke kapitalis. Kondisi saat itu benar-benar memperihatinkan bagi rakyat. Pemerintah melakukan beberapa sasaran kebijakan terutama untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada Orde Lama. Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia pemerintahan Indonesia dengan mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

soeharto
Gambar : Soeharto


Beberapa langkah-langkah yang diambil Soeharto yang berkaitan dengan social ekonomi pada awal pemerintahannya ialah meminjam dana moneter IMF untuk perbaikan ekonomi Indonesia, kemudian ada sedikit langkah diskriminasi bagi orang tionghoa yang pada saat itu disingkirkan dari dunia politik praktis dan pembatasan-pembatasan ruang gerak seperti pelarangan seni barongsai, tidak adanya Hari raya Imlek, dan pelarangan penggunaan bahasa mandarin. Langkah-langkah tersebut disinyalir diambil karena arah politik Soeharto lebih ke dunia barat (Amerika) sedangkan tionghoa merupakan paham komunis sosialis. Akan tetapi kondisi ini terus diperjuangkan oleh orang-orang Tionghoa sehingga orang tionghoa boleh tetap bergerak, dan justru pergerakan mereka berkembang di perekonomian Indonesia.


Description: krisis ekonomi 1965-1966, kondisi sosial masyarakat indonesia 1965-1966, krisis ekonomi indonesia

Protest Movements in Rural Java

Masyarakat Jawa sebagian besar merupakan masyarkat agraris yang memandang tanah sebagai aset penting dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan tanah merupakan sumber daya alam yang diolah untuk keperluan hidup. Tanah bagi masyarakat agraris berfungsi sebagai aset prduksi untuk dapat menghasilkan komoditas hasil pertanian, baik untuk tanaman pangan ataupun tanamanperdagangan. Tingginya apresiasi masyarakat Jawa dalam memaknai tanah, bahkan dalam mempertahankan tanah harus dibelameskipun sampai mati, tidak peduli pecahnya dada dan tumpahnya darah.

A. GERAKAN ANTI PEMERASAN PADA KALANGAN PETANI
Pada masa kolonial dikenal sebutan tanah partikelir. Tanah-tanah partikelir itu terjadi sebagai hasil penjualan oleh Belanda, sejak zaman VOC sampai perempat pertama abad XIX. Di tanah-tanah yang dimiliki swasta itu, pemilik memperoleh hak untuk menarik pajak (tjuke) dan layanan (tenaga kerja) pada para petani di atasnya, sehingga kalau pajak dan layanan itu berlebihan dan memberatkan menimbulkan gejolak. Tanah partikelir terdapat di sekitar Batavia di sebagaian besar daerah pedalaman antara Batavia dan Bogor, dan di daerah Banten, Krawang, Cirebon, Semarang, dan Surabaya .Tanah partikelir kemudian tidak hanya dikuasai oleh kumpeni atau kemudian pemerintah kolonial, tatapi juga oleh para tuan tanah. Hal ini karena terjadi pengalihan hak atas tanah partikelir kepada pada tuan tanah baik melalui pemberian ataupun penjualan.

Pada tahun 1915 di Jawa terdapat 582 tanah partikelir yang meliputi luas tanah sekitar 1,3 juta bau (1 bau = 0,8 hektar) dan dengan penduduk sebanyak sekitar 1,8 juta jiwa sebagian besar tanah itu dimiliki oleh persekutuan usaha bersama, oleh tuan-tuan tanah bangsa Eropa yang tinggal di luar Indonesia dan oleh orang-orang Cina. Permasalahan persengketaan tanah yang terjadi pada kalangan masyarakat menurut Sartono Kartodirdjo mampu menggerakan masyarakat, dalam hal ini adalah petani,untuk melakukan gerakan protes petani, sebuah gerakan protes menentang pemaksaan oleh tuan tanah maupun pemerintah , Permasalahan tanah ini pulalah yang dapat memicu gerakan petani lainnya, yakni gerakan messianistis,yakni gerakan yang menginginkan terciptanya dunia baru serba adil, dan gerakan revivalis yakni gerakan yang ingin membangkitkan kejayaan masa lampau, menghapuskan pajak-pajak atas tanah.

jawa
Gambar : Jawa


Sartono Kartodirdjo dalam bukunya yang berjudul "Protest Movements in Rural Java: A Study of Agrarian Unrests in The Nineteenth and Twentieth Centuries" menjelaskan bahwa ada beberapa toplogi gerakan petani. Tipe-tipe itu adalah anti penghisapan (anti-extortion), gerakan mesianistis, gerakan revivalisme, dan gerakan sektarian, dan gerakan lokal Sarekat Islam. Akan tetapi, gerakan petani yang berkaitan dengan perubahan penguasaan tanah pada masa kolonial yang akan diangkat dalam tulisan ini lebih mengarah pada gerakan anti penghisapan (anti-extortion).

Gerakan anti penghisapan (anti-extortion) merupakan gerakan yang terjadi di tanah partikelir, yaitu wilayah yang dibeli oleh swasta dari BelandaAgitasi ,kaum petani yang timbul di tanah partikelir sepanjang abad XIX dan awal XX merupakan suatu gejala historis darimasyarakat petani probumi.

Pada umumnya hampir semua kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di tanah partikelir itu merupakan akibat dari adanya pungutan pajak yang tinggi dan tuntutan pelayanan kerja yang berat terhadap kaum petani daerah itu. Para tuan tanah yang menguasai tanah partikelir senantiasa melakukan eksploitasi dengan cara menarik hasil secara langsung, mengumpulkan uang sewa, dan bagian panen, dan ada pula yang memungut pajak beserta tenaga kerja dari petani-petani yang menanami tanah tersebut. Para tuan tanah dapat bertindak sewenang-wenang seperti memaksakan sefala macam kehendaknya, menuntut penyeahan tenaga kerja, serta mengusir para petani apabila mereka tidak dapat membayar hutangnya atau memenhi pekerjaan yang diminta, serta membayar pajak sebagaimana mestinya.

Salah satu contoh gerakan petani dalam melawan tuan tanah adalah gerakan yang terjadi di Ciomas pada tahun 1886. Perisiwa ini merupakan suatu pertentangan antara petani, tuan tanah dan pemerintah, dan dengan jelas menampilkan situasi yang ricuh. Gerakan ini terjadi ketika di Jawa Barat kepemimpinan gejolak Ciomas direkrut dari petani sendiri. Salah satu pemim pinnya adalah Apan. Apan berperan sebagai imam mahdi dan menyerukan perang suci. Pimpinan yang lain, Mohamad Idris, memakai gelar panembahan yang merupakan tipikal gerakan messianisme.

Sebelum memuncaknya perlawanan di daerah Ciomas terjadi eksploitasi yang sangat meningkat setelah para tuan tanah berusaha mengintensifkan produksiyna untuk kepentingan pasaran di luar desa. Di Ciomas merebak berbagai kerusuhan yang disebabkan oleh penarikan cukai yang berlebihan. Selain itu terjadi ketidakadilan yang berhubungan dengan praktik perbudakan, seperti mewajibkan petani mengangkut hasil panen milik tuan tana dari sawah dengan jarak yang jauh. Selain itu ada pula adanya praktik kerja paksa terhadap masyarakat, adanya kewajiban-kewajiban untuk menyerahkan hasil bumi, adanya penyitaan terhadap aset ketika tidak memenuhi kewajiban, adanya perluasan penguasaan tanah, pengawasan penjualan ternak, rumput, kayu, dan penebangan kayu. Kemudian ada pula kewajiban bagi wanita dan anak-anak untuk bekeja seama sembilan hari setiap bulannya.

Situasi tersebut akhirnya memunculkan situasi yang buruk sampai ahirnya memunculkan situasi konflik yang tajam. Selain itu, adanya hal-hal tersebut meyebabkan terjadinya migrasi sekitar 2000 orang ke luar wilayah untuk menghindari pajak dan timbulnya penolakan para petani untuk bekerja paksa di perkebunan kopi. Ketidakpuasan itu kemudian meletus sebagai perlawanan yang terbuka dan yang penuh kekerasan.

Pada bulan Februari 1886 camat Ciomas terbunuh, kemudian di bawah pimpinan Idris pada 19 Mei 1886 daerah Ciomas selatan berhasil diduduki.Kemudian sehari setelah itu terjadi pembunuhan terhadap kalangan tuan tanah. Selain di Ciomas, ada pula gerakan anti tuan tanah di daerah tangerang pada 1924. Latar belakang gerakan anti tuan tanah di Tangerang Tahun 1924
dipengaruhi oleh keadaan Tangerang pada tahun 1924, yaitu penindasan yang dilakukan oleh

Pemerintah Kolonial Belanda dan tuan-tuan tanah Cina yang semakin membuat penduduk pribumi menjadi menderita dan dirugikan. Gerakan anti tuan tanah di Tangerang merupakan gerakan radikal dalam persaingan untuk memperoleh dukungan dan kesetiaan kaum tani di daerah Tangerang melawan Pemerintah Kolonial Belanda dan tuan-tuan tanah Cina.Gerakan petani di Tangerang berkembang dengan rasa-rasa identitas kepribumian tentang kemerdekaan, kebebasan dan persamaan untuk masyarakat di Tangerang.

Setelah 10 terjadi gerakan anti tuan tanah petani di Tangerang yang dipimpin oleh Kaiin Bapak Kajah, tanggal 10 Februari 1924 pemerintah kolonial Belanda menjadi bingung. Oleh pemerintah kolonial Belanda gerakan petani ini disimpulkan sebagai gerakan ratu adil yang disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial , politik sebagai faktor kondisional dalam masyarakat petani di tanah partikelir Tangerang sebagai penyebab munculnya gerakan petani di Tangerang untuk menuntut pengembalian tanah partikelir dari tangan orang-orang Cina.

Dari penjelasan di atas, tampak terlihat bahwa terjadi proses perubahan struktur masyarakat seperti hilangnya persekutuan hidup di dalam desa. Pada tanah partikelir tuan tanah melakukan ekspoitasi terhadap tanah dan petani yang hidup di daerahnya. Selain itu, terjadi proses hilangnya persekutuan hidup di dalam desa. Di tanah partikelir terbentuk kehidupan organisasi desa yang lepas dan meletakkan para tuan tanah menjadi lebih kuat dalam kedudukan yang berkuasa, serta menguatkan cengkeramannya atas kaum petani. Pada tanah partikelir tidak ada lagi hubungan yang bersifat mutualisme, tetapi beralih pada aspek komersialisasi pertanian.


B. SAREKAT ISLAM SEBAGAI GERAKAN LOKAL
Sarekat Islam (SI) adalah sebuah organisasi perdagangan berlandaskan hukum Islam. SI adalah salah satu organisasi kebangsaan di Indonesia. Tujuan dari SI awalnya adalah melawan dominasi pedagang asing dan keturunan dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Timur Asing.

hadji oemar said tjokroaminoto
Gambar : Hadji Oemar Said Tjokroaminoto


Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5. Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. HOS Tjokroaminoto itulah yang meletakkan nilai-nilai dasar pergerakan kaum terjajah dengan bertumpu pada dimensi religiusitas dengan akar keislaman, nasionalisme keindonesian, dan kerakyatan (demokrasi) bagi kebangunan kaum Bumi Putera (Inlander). Titik tujuanya adalah kehendak mengenyahkan penjajah Belanda, dan diraihnya sebuah pemerintahan sendiri yang dipegang, ditentukan, dan dijalankan oleh bangsa Indonesia secara mandiri.

Serikat Islam adalah perkembangan bentuk dari serikat dagang Islam (SDI), di Solo, oleh H Samanhudi dan kawan-kawan, 16 Oktober 1905. Tahun 1911 oleh haji semanhudi, atas anjuran dari HOS Colkroaminoto, kata dagang dari SDI dihilangkan dengan maksud agar ruang gerkanya lebih luas lagi, tidak hanya dalam perdagangan saja.

Adapun kegiatan politik SI semakin panas ketika terjadinya krisis ekonomi di Hindia Belanda, sebagaimana yang dipaparkan oleh Ulbe Bosma:

“Islamic movements had already been active in nineteenth-century Java, and allegedly played a role in the many rebellions in the countryside. In that respect the early twentieth century showed a marked contrast in that Sarekat Islam had maintained a fairly cordial relationship with the Indies government during its first years of existence. Relations between Sarekat Islam and the colonial government rapidly deteriorated after the War (world war I)—not because of a process of “othering,” but as a result of a fierce economic struggle. It was not a time for politics of identity, but of anti- colonialism in which one could be communist and Muslim at the same time.”

Dalam kongres-kongres SI (Sjarikat Islam) mereka melancarkan kritik-kritik pedas terhadap situasi sosial-ekonomi yang menyedihkan: upah yang sangat rendah, kerja paksa, pajak tanah, tanah partikelir, industri gula, dsb. Sejak kejadian itu, perjuangan ekonomi memperlihatkan sifatnya sebagai gerakan massa, sehingga oleh karenaya menstimulasi pengaruh pada pergerakan politik.

C. GERAKAN PERLAWANAN SOSIAL
Gerakan-gerakan para petani digolongkan menjadi 3 yaitu:

1.Gerakan para Petani (Gerakan melawan ketidakadilan)
Gerakan-gerakan para petani menunjukkan bahwa masyarakat menghendaki perbaikan kehidupan. Gerakan protes ini umumnya baru berakhir setelah para pemimpinnya ditangkap atau dibujuk oleh Pemerintah Belanda.Ideologi pokok yang mendorong gerakan ini adalah adanya rasa dendam terhadap keadaan sosial ekonomi bagi pendukungnya.

2.Gerakan Ratu Adil
Dalam gerakan ini dipercaya akan muncul seorang penyelamat yang disebut Ratu Adil atau Imam Mahdi.Terjadi di desa Sidoharjo, 27 Mei 1903, Pemimpinnya Kasan Mukmin, yang akhirnya terbunuh dalam suatu serangan yang dilakukan Belanda. Terjadi di Kediri dipimpin oleh Dermojoyo yang akhirnya mengalami nasib sama dengan Kyai Kasan Mukmin.

3.Gerakan Keagamaan
Salah satu gerakan keagamaan ini adalah gerakan yang dilakukan oleh kelompok Budiah pada pertengahan abad ke-19, dipimpin oleh Haji Muhammad Rifangi dari Cisalak PekalonganTujuan gerakan ini adalah melawan kebobrokan yang telah merasuki kehidupan rakyat Islam di Jawa dan mengembalikan praktek-praktek keagamaan sesuai ajaran Allah SWT dan Sunnah Rasul.


D. MASA MUNCULNYA PERGERAKAN NASIONAL MENJELANG RUNTUHNYA HINDIA BELANDA (1930-1942)
Sejarah Indonesia sejak tahun 1908 memulai babak baru, yaitu babak pergerakan nasional. Hal itu ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Tiga tahun setelah Boedi Oetomo lahir, tahun 1911 berdiri organisasi bagi orang-orang Islam di Indonesia, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo oleh Haji Samanhudi. Lalu namanya dirubah menjadi Sarekat Islam untuk menarik anggota lebih banyak. Selain organisasi yang disebut diatas masih banyak organisasi lain yang didirikan baik bersifat kooperatif maupun radikal, baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Tetapi tujuan dari organisasi tersebut hampir sama yaitu kemerdekaan Indonesia walaupun tidak terang-terangan diungkapkan. Masa pergerakan nasional di Indonesia terbagi menjadi tiga masa. Dari masa kooperatif, masa radikal, terakhir masa bertahan.

Pada masa awal tahun 1930-an pergerakan kebangsaan Indonesia mengalami masa krisis. Keadaan seperti itu disebabkan beberapa hal. Pertama, akibat krisi ekonomi atau malaise yang melanda dunia. Kedua, diterapkannya pembatasan hak berkumpul dan berserikat yang dilakukan pengawasan ekstra ketat oleh polisi-polisi Hindia Belanda yang diberi hak menghadiri rapat-rapat yang diselenggarakan oleh partai politik.Ketiga, tanpa melalui proses terlebih dahulu Gubernur Jenderal dapat menyatakan suatu organisasi pergerakan atau kegiatan yang dilakukannya bertentangan dengan law and order.

Hal diatas menjadi semakin parah ketika Hindia Belanda diperintah Gubernur Jenderal yang konservatif dan reaksioner yaitu de Jonge (1931-1936). Periode awal 1932 sampai dengan pertengahan 1933 tidak hanya ditandai oleh perpecahan gerakan nasionalis serta kegagalan usaha pengintegerasian organisasi-organisasi nasionalis, tetapi juga oleh aksi politik yang semakin meningkat terutama sebagai dampak politik agitasi yang dijalankan oleh Soekarno. Maka dari itulah gerak-gerik Partindo dan PNI Baru senantiasa diawasi secara ketat.

Pemerintah Hindia Belanda tidak bersedia memulihkan hak politik bagi pergerakan nasional di Indonesia. Tetapi Hindia Belanda masih membiarkan organisasi pergerakan yang moderat untuk hidup. Hal itu juga disebabkan beberapa hal seperti menjamin demokrasi yang makin tumbuh pasca Perang Dunia I, keamanan yang diciptakan organisasi itu, dan sebab-sebab lainnya yang dianggap tidak merugikan pihak Hindia Belanda.

Pemerintah Belanda tidak hendak mematikan pergerakan di Indonesia. Mereka tahu bahwa perasaan rakyat yang tidak tersalurkan karena dibungkam oleh pemerintah akan mencari jalan lain yang dapat menimbulkan gerakan-gerakan eksplosif yang tidak diinginkan. Pemerintah Hindia Belanda hanya hendak melemahkan aktivitas prgerakan yang bersifat radikal-revolusioner. Yang diharapkan oleh pemerintah kolonial adalah semacam nasionalisme yang lunak dan kompromis, yang dapat digunakan sebagai alat untuk membendung perasaan rakyat yang membara dan menyalurkan ke arah pergerakan yang tidak membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda.


Description: protest movements in rural java, protest movements, sejarah sosial ekonomi

Pertanian dan Kemiskinan di Jawa

Pertanian dan kemiskinan di Jawa berhubungan erat dengan tingkat upah dan gaji. Selama petani memperkerjakan buruh upahan, maka mereka harus bersaing dengan industri dan pemerintah dalam kedudukannya sebagai majikan. Dibalik itu terdapat kenyataan bahwa penduduk industri dengan daya beli yang kuat merupakan konsumen yang baik bagi hasil-hasil lading dan pengolahan hasil-hasil ternak, dan memungkinkan adanya intensifikasi yang besar. Dan pada akhirnya tingkat gaji berpengaruh besar terhadap pengeluaran pemerintah dan beban pajak yang berhubungan erat dengan pendapatan dari pertanian yang tidak boleh memungut lebih dari jumlah tertentu.

Produktivitas petani di Jawa, dibandingkan dengan petani di Eropa dan Amerika sebenarnya pendapatan petani per hektar tidak kalah tinggi akan tetapi tanah usaha tani di Jawa sangat sempit dan terbatas sehingga pendapatan petani Jawa menjadi kecil dalam lingkungan penduduk yang sangat padat. Dalam masyarakat petani Jawa hanya terdapat diferensiasi social yang kecil untuk upah buruh tani di dalam lingkungan solidaritas desa. Selain itu tingkat hidup masyarakat Jawa dianggap lebih rendah, kemudian beban pajak yang diterapkan justru ditaksirkan lebih berat.

Pengaruh resesi ekonomi di Jawa digambarkan dalam hal produksi dan distribusi pangan, stabilisasi harga pangan dan gejala kurang pangan pada sebagian penduduk. Begitu pula diuraikan penghasilan uang dari pertanian, soal pajak tanah, kredit dari Bank pemerintah maupun dari dinas pegadaian dan penghasilan sampingan.


A. PERTANIAN PENDUDUK ASLI DAN TINGKAT UPAH DI JAWA DAN MADURA
Faktor alam dapat mempengaruhi hasil pendapatan meliputi hasil pendapatan meliputi hasil panen, karena dengan iklim dan keadaan tanah yang sesuai membuat panen dapat dilakukan dua kali. Pendapatan sektor pertanian dapat ditempuh melalui dua jalan yang kedua-duanya memberikan kesimpulan-kesimpulan berharga tergantung pada tujuan penelitian. Luas perusahaan di Jawa rata-rata kecil, oleh karena itu menjadi sebab tingginya pendapatan dari tanah. Hal tersebut tentu saja berpengaruh besar terhadap pendapatan petani, sedangkan jumlah wajib pajak di Jawa tidak boleh dipakai untuk menghitung besarnya rata-rata perusahaan.

pertanian
Gambar : Pertanian


Disini dapat dibuat perhitungan-perhitungan dengan angka per hektar atau perusahaan. Pendapatan masyarakat dapat dibagi atas:

a. Upah-upah kerja
b. Hak upah petani dan keluarganya
c. Pajak-pajak
d. Hasil bersih, terdiri atas bunga modal dan keuntungan pengusaha.

Penyebab pendapatan petani di Jawa dan Madura menjadi rendah adalah bukan karena produktivitasnya yang kurang, namun merupakan akibat dari padatnya penduduk. Sedangkan mengenai tingkat upah di Jawa dan Madura, lebih bersifat diferensiasi geografis yang berarti patokan gaji setempat. Hal tersebut menyebabkan timbulnya perbedaan yang besar antara tingkat pendapatan di kota dengan kawasan pedesaan. Sehingga timbul dorongan yang berlebihan terhadap profesi pegawai negeri.


B. PENDAPATAN RAKYAT DAN BEBAN PAJAK DI JAWA DAN DAERAH SEBERANG
Dengan berlandaskan tafsiran dan perkiraan, Gotzen menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata per kepala penduduk daerah Seberang dan Jawa/Madura tidak berbeda satu sama lain, dan bahwa beban pajak kalau dihitung dalam presentasi dari pendapatan itu di Daerah Seberang jauh lebih tinggi dari tariff Jawa, dapat dikatakan mengherankan.

Dari data statistik menegenai masalah impor, dapat diketahui bahwa kegiatan konsumsi di Daerah Seberang memiliki komoditi yang lebih besar, lebih beraneka ragam, dan lebih bermutu daripada di Jawa dan Madura. Pendapatan perkapita yang tinggi dari penduduk Daerah Seberang berasal dari penduduk asli, meskipun pada dasarnya pendapatan yang diperoleh meliputi sektor-sektor di luar perkebunan dan pertanian. Dari tafsiran nominal, jumlah pendapatan penduduk kira-kira 350 juta lebih tinggi dari komplikasi data yang dikumpulkan per daerah. Hal tersebut tentu saja berbanding terbalik dengan hasil pertanian yang menggunakan tolak ukur harga pasar. Hal lain yang dapat diperhitungkan adalah masalah cukai bensin, hal tersebut karena bensin merupakan salah satu factor penting dalam transportasi untuk kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi.

Perbedaan tersebut dapat dilihat bahwa di Jawa tidak menggunakan atau mengenakan cukai bensin namun berbeda pada Daerah Seberang, di Daerah Seberang cukai bensin dikenakan sangat tinggi bagi penduduk asli. Alasan pemberian cukai yang tinggi tersebut dikarenakan di Daerah Seberang, pada proses pembelian, pengangkutan dan perdagangan tanaman ekspor rakyat lebih besar berada ditangan penduduk asli, sedangkan di Jawa sebagian besar tidak ditangani oleh penduduk asli.

Dari pendapat tersebut tentu saja menaruh beban tertentu terhadap penduduk, ada tiga bentuk beban desa yang penting, antara lain:

1. Penyerahan hak tanah sebesar 10% dari seluruh persawahan di daerah.
2. Dalam bentuk nominal beban uang berjumlah 8,5 gulden.
3. Kalau beban-beban dalam bentuk kegiatan, diadakan ketentuan wajib bekerja.

Dari data survei pada tahun 1930, pendapatan perkapita Daerah Seberang lebih tinggi daripada di Jawa dan beban pajak yang dikenakan relatif lebih rendah. Penyebab pendapatan yang diperoleh berbeda adalah antara tahun 1903 dan 1936 pendapatan di Jawa menurun lebih kuat daripada Seberang.


C. CATATAN MENGENAI KEADAAN PANGAN, PENDAPATAN KEUANGAN DAN KEADAAN EKONOMI RAKYAT, TERUTAMA DI JAWA DAN MADURA

a. Produksi Pangan
Pada tahun 1931 dimulai penyusutan areal tanaman tebu. Hal itu tidak saja tampak pada luas areal sawah yang dipanen, akan tetapi juga pada kenaikan luas tanaman jagung dan kedelai. Persediaan jumlah pangan untuk tahun 1935, kalau penambahan penduduk antara tahun 1927 dan 1935 diperkirakan 10%, dan secara relative terdapat kenaikan pada umbi-umbian. Peningkatan yang besar dari penanaman umbi-umbian sebagian merupakan reaksi normal terhadap tahun panen yang buruk (1943). Hal yang penting lagi ialah perkembangan jumlah pangan yang tersedia selama musim kurang pangan, yaitu apa yang disebut paceklik. Lama masa paceklik ditetapkan, sedapat mungkin sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Data mengenai kemungkinan beras terdapat dalam setiap masa paceklik 1932/1933 dan 1935/1936 .

Saldo ekspor kelapa dan hasil-hasil kelapa untuk Jawa dan Madura sejak dulu telah berubah menjadi saldo impor. Tambahan pangan yang berasal dari impor atau karena pembatalan ekspor mempengaruhi persediaan pangan lainnya, seperti kebutuhan-kebutuhan yang nharus dibayar dari pemasukkan sendiri. Jumlah relatif yang sama disbanding dengan produksi seluruhnya dapat menjurus kea rah kekurangan pangan untuk banyak orang. Kalau musim paceklik panjangnya lebih dari biasa, berarti kebutuhan pangan lebih ekstra dari jumlah tahunan.

b. Distribusi Pangan
• Politik dalam distribusi umum
Jumlah pangan yang tersedia di Jawa dan Madura tahun 1935, kira-kira dapat menutup kebutuhan tahunan kalau itu masih dapat ditambah dengan beberapa impor. Walaupun Jawa dan Madura lebih berswasembada pangan, masalah distribusi untuk persediaan tersebut tidak kurang pentingnya, kendatipun bantuan impor yang diperlukan sangat berkurang. Penambahan kekurangan setempat dan perdaerah produksi tertentu di Jawa sendiri, yaitu didaerah yang mengalami surplus, terutama karena dihapusnya sebagian besar industri tebu. Dengan demikian, distribuski pangan sebagian diatur melalui saluran-saluran lain, sedangkan pembelian dan pengelolaan kelebihan produksi padi, jagung dan kedelai mendapat arti yang besar dalam ekonomi pertanian daerah-daerah tertentu.

• Stabilisasi harga
Untuk Jawa pemerintah memandang perlu mengadakan pembelian dan impor beras agar dapat menjamin perkembangan harga yang sedapatnya merata. Jumlah yang dibeli. Berjumlah 114.525 ton tahun 1943/1935 dan 5.000 ton pada tahun 1935/1936. Dalam beberapa kasus, pemerintah bertindak langsung membiayai sebagian pembelian atau mengambil alih padi yang disediakan untuk pembayaran pajak tanam dengan harga pantas. Dengan peraturan impor beras telah diperoleh stabilisasi tingkat harga padi. Suatu batas yang layak bagi pabrik penggilingan padi dan pedagang beras serta untuk penyebaran yang baik dan mobilitas persediaan beras.

• Kekurangan pangan dan penanggulangannya
Sebagian rakyat yang sedikit banyak tergantung kepada penghasilan uang, telah semakin miskin, sehingga pada bulan-bulan tertentu atau terkadang malah sepanjang tahun, tidak mampu membeli bahan pangan yang lebih baik. Daerah yang mengalami kesulitan seperti terdapat di kabupaten Bogor, Indramayu, Cirebon, Tegal, Banyumas, Cilacap, Bojonegoro, Jombang, Madiun utara serta Kediri Selatan dan Madura mengalami kekurangan besar. Untuk memberantas keadaan seperti itu, pengusaha setempat dan pemerintah pusat selalu menyediakan uang dan kesempatan kerja serta memberi bantuan yang lebih langsung dengan menyediakan pangan murah.

• Keadaan pangan dan kesehatan
Angka kematian seluruh jawa tahun 1934 rata-rata naik 2% dan ini dapat disebut meresahkan karena angka kematian sejak 1930 tiap tahun menurun. Hal ini ditunjuk sebagai akibat keadaan ekonomi yang tidak begitu baik dan telah menyebabkan daya tahan penduduk terhadap penyakit menjadi berkurang.

Beberapa unsur dan gejala keadaan ekonomi:
1. Peredaran uang
2. Perubahan pendapatan uang rakyat pada 1935 dibanding dengan 1939
3. Pajak tanah, bank rakyat, rumah gadai di Jawa dan Madura
4. Impor
5. Kesempatan kerja
6. Upah dan pendapatan sampingan
7. Aneka persoalan


D. MENGUSAHAKAN WARUNG DESA DI JAWA DAN MADURA
Usaha warung diantara penduduk asli di Jawa dan Madura sebagai suatu kenyataan ekonomi, merupakan hal yang penting. Perdagangan kecil ini menguasai seluruh struktur kehidupan social pedesaan dan selayaknya dilihat dalam hubungan dengan gejala-gejala yang khas dari kehidupan tersebut. Pada bulan maret 1658 pemerintah mendekritkan berlakunya pajak pasar dan pajak rumah. Tujuannya yaitu menghapuskan kegiatan “Kelompok Wanita” dan sebagai pengganti dari usaha secara benar sehingga dapat membiayai hidup secara layak.

a.Nilai Tukar di Desa
Peredaran uang yang berlaku hanya disebagian kecil negeri ini, merupakan peristiwa terpenting dalam kehidupan pedesaan. Bagian terbesar dari peredaran uang tersebut, bertalian dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Petani menganggap umumnya menjual sebagian hasil mereka kepada tetangga atau di pasar kepada tetangga atau dipasar kepada pedagang kiosdan pedagang perantara. Transaksi demikian biasanya dilakukan sekaligus dalam jumlah yang relatif besar. Dalam hal ini uang receh menjadi penting dalam penjualan hasil kebun. Biasanya dilakukan pada tiap hari pasar yang berupa transaksi kecil-kecilan.

b. Pendapatan Tunai
Penerimaan tunai dari masing-masing keluarga disetiap daerah berbeda-beda kebanyakan diperusahaan-perusahaan besar dan kota-kota besar atau pusat industri pada umumnya memperoleh uang lebih banyak daripada di desa.

c. Mengusahakan Warung Sebagai Usaha Dagang
Sensus pendapatan tahun 1930 menunjukkan bahwa di Jawa dan Madura satu juta penduduk mencari nafkah dengan berdagang bahan makanan atau mempersiapkan makanan. Suatu pemeriksaan atas angka sensus pertama-tama menunjukkan betapa pentingnya perdagangan eceran untuk Jawa dan Madura. Sensus tahun 1905 sudah menyatakan besarnya jumlah pedagang kecil yang sebagian besar terdiri atas wanita. Di Jawa dan Madura jumlah mereka dua kali lipat dari pria. Jalur utama perdagangan eceran yang mencapai konsumen perorangan memusatkan perhatian pada transaksi yang telah terjadi sehari-hari. Pada hari pasar, pedagang keliling menyewa kios dipasar karena dari tempat ini mereka mencapai kelompok-kelompok langganan yang lebih besar. Modal kerja sering diperoleh melalui pinjaman. Dalam hal ini sering terjadi sistem “Ijon” yang berarti bahwa modal yang diperlukan dipinjamkan dengan jumlah jaminan tanaman yang masih dalam masa pertumbuhan. Sebagaimana pentingnya perdagangan sebagai penyalur bagi produksi yang beraneka ragam. Kebutuhan akan adanya perdagangan kecil bertambah besar dengan meningkatkannnya gurem atau kerajinan kecil.


E. SURFEI ARGO EKONOMI DI INDONESIA
Pada tahun 1965, survei argo ekonomi didirikan oleh pemerintah Indonesia untuk menghimpun data, menentukan sumber daya pertanian dan kondisi masyarakat pedesaan, untuk menilai program-program yang sudah ada dalam pelaksanaan dan akibat-akibatnya bagi produksi pertanian dan masyarakat pedesaan. Organisasi dan prosedur survei argo ekonomi, yang mengkoordinasikan pekerjaan sebagian besar akademikus, administrator dan pekerja lapangan Indonesia sangat menarik dan dapat berguna sebagai bentuk dasar untuk program-program lainnya di dalam atau luar Indonesia.sebagian peran serta yang luas ini merupakan soal kebutuhan orang-orang terampil yang dibutuhkan untuk survei, tidak dapat bekerja penuh dan tidak ada dana untuk membayar mereka.

Professor Kampto Utomo telah mengemukakan tiga hipotesa sebagai pendekatan hipotesa untuk riset’ yaitu:

1) Bahwa petani Indonesia bertindak secara rasional dalam arti ekonomi, sekalipun dalam batas-batas sosiolog, ekonomi dan administratif yang sempit serta pengetahuan yang terinci tentang “ Iklim operasional” dari petani dewasa ini tidak dapat diperoleh.

2) Meskipun telah dilakukan pengamatan dan pengkajian yang berharga menjelang perang dunia II, data-data baru sangat diperlukan.

3) Bahwa para mahasiswa dan anggota staf lembaga-lembaga pertanian yang mempunyai minat sungguh-sungguh dalam kesejahteraan desa dapat memperoleh kepercayaan penduduk dan memperoleh jawaban-jawaban yang jujur dan nyata.

Hubungan antara pabrik gula dan kaum tani yang tidak memuaskan dewasa ini menghasilkan usaha-usaha mencari bentuk-bentuk hubungan baru dan pertimbangan kembali peranan industri gula dalam ekonomi kebebasan membeli dan mengolah padi telah diberikan kepada pabrik penggilingan beras dan dianjurkan ada peningkatan kapasitas pabrik padi pengupasan sekam.

Survei argo-ekonomi harus diteruskan sedikitnya sampai tahun 1969, dengan memperluas
beberapa proyek lama dan memulai beberapa yang baru, pada tahun 1968 di Bogor akan didirikan lembaga riset ilmiah agro sosial baik rutin maupun khusus.


F. STRATEGI PEMBANGUNAN PEDESAAN DI ASIA
Mulai dari laut tengah di barat hingga pasifik ditimur, pertanian memiliki peran dasar persamaan, tersusun dalam kesatuan-kesatuan teritorial (desa merupakan yang paling penting). Daerah tersebut sangat diperlukan oleh dua kekuatan (kedua-duanya bersifat politik) feodalisme dan bersifat penjajahan. akan tetapi dilapisan bawah terdapat petani didesa (kadang-kadang menjadi kelompok keluarga) dan setelah merdeka atau dalam usaha-usaha memodernisasikan (Jepang dan RRC), pemerintah-pemerintah lebih memusatkan hubungan-hubungan langsung daripada tidak langsung antara petani dan pemerintah.

Pada abad-abad yang lalu masyarakat-masyarakat Asia telah membangun pertanian yang tetap, lebih dini daripada dunia lainnya, dengan membuat teras dan irigasi. Di Asia termasuk juga di anak benua India penipisan tanah terjadi dengan dua cara. Pertama-tama teradapat penggundulan lereng-lereng gunung dan bukit. Di tempat-tempat yang hutannnya ditebang, untuk memperoleh tanah garapan atau bahan baker. Terik matahari dan hantaman hujan merusak lapisan atas tanah, pengaruhnya meluas keseluruh lembah sungai. Terutama penahanan air berkurang dan lebih banyak air hujan yang terbuang pada musim hujan. Banjir dan kekeringan yang berganti hanya sebagian dapat dicegah dengan bendungan-bemdungan yang besar dan mahal. Yang kedua adalah kampak dan api ditangan petani. Di tempat-tempat yang padat penduduk dan daerah pemasaran menyebabkan penyingkatan daur dalam perladangan hutan akan tumbuh rumput-rumput yang berbahaya seperti rumput kanus di India dan gelagah di Sumatera.

Semua bahaya lingkungan ini membawa penderitaan, kemiskinan, kelaparan, dan pengusiran jutaan rakyat pedesaan di Asia dari tanah mereka konsekuensi sosial dari resiko ini memang hebat secara sederhana petani kecil kehilangan milik dan tanahnya. (melalui hutang dengan bunga tinggi dan pinjaman darurat) yang menguntungkan petani besar dan lebih kaya.


Description: pertanian dan kemiskinan di jawa, pertanian di jawa, sejarah sosial ekonomi

Pemberontakan Petani Banten Tahun 1888

Pemberontakan di Banten tahun 1888 itu seperti suatu fenomena yang berdiri sendiri. Tetapi peristiwa pemberontakan tahun 1888 di Banten itu bukan suatu tindakan yang tiba-tiba di pihak petani yang tidak tahu apa-apa, yang mengamuk karena fanatik agama, seperti yang hendak dikesankan oleh beberapa laporan. Sejak hari pertama sudah jelas bahwa pemberontakan ini merupakan suatu pemberontakan yang telah dipersiapkan dan direncanakan dan mempunyai lingkup yang jauh melampaui batas-batas kota kecil Cilegon. Peristiwa itu merupakan kulminasi suatu gerakan pemberontakan yang selama bertahun-tahun bergiat secara terang-terangan atau secara rahasia.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan bahwa tarekat-perkumpulan tertutup yang merupakan sarana untuk menyebarkan informasi-informasi rahasia dan komunikasi diantara anggota-anggota komplotan yang telah memainkan peranan yang penting. Informasi disalurkan melalui tarekat secara rahsia, sedemikian rupa sehingga pejabat-pejabat pemerintah tidak menduga sedikitpun apa yang sedang terjadi. Dalam pertemuan-pertemuan gerakan tersebut mempersatukan para kyai sebagai pemimpin komplotan di daerah masing-masing. Dengan menggunakan agama sebagai kedok, mereka tukar-menukar pengalaman dan membicarakan strategi kampanye.


A. PEMIMPIN-PEMIMPIN GERAKAN

HAJI ABDUL KARIM
Haji Abdul Karim, ulama besar dan orang suci di mata rakyat, adalah yang paling menonjol diantara pemimpin-pemimpin gerakan itu. Karier Haji Abdul Karim sebagai seorang pemimpin agama pada umumnya dan sebagai guru tarekat Kadiriah pada khususnya.

KYAI HAJI TUBAGUS ISMAIL
Gagasan untuk menghasut rakyat agar memberontak melawan mereka telah menjadi matang. Hal lain mengapa kepemimimpinanya semakin diakui oleh orang-orang Banten, selain berasal dari keturunan bangsawan, ia juga dikenal sebagai cucu Tubagus Urip yang telah dianggap sebgai Wali Allah. Tandanya ia tidak mencukur rambutnya seperti lazimnya seorang haji dalam jamuan-jamuan ia hampir tidak mau makan apa-apa.

peta banten
Gambar : Wilayah Banten



B. PEMATANGAN GAGASAN PEMBERONTAKAN
Sudah sejak tahun 1884 gagasan mengenai pemberontakan sudah menjadi matang. Dalam satu pertemuan di rumah Haji Wasid di Beji diputuskan untuk mencari pengikut dikalangan para murid.26 Pertemuan-pertemuan diadakan diberbagai tempat yang dihadiri oleh bagian terbesar pemimpin-pemimpin pemberontakan setempat. Guru-guru tarekat ditugaskan untuk menyebarkan gagasan itu dan mencari pengikut. Pejabat-pejabat Eropa merasa cemas melihat kegiatan yang sangat meningkat dalam kehidupan agama rakyat, akan tetapi mereka ditenangkan oleh pejabat-pejabat Banten yang tidak melihat hal-hal yang membahayakan dalam manifestasi-manifestasi keagamaan itu. Pertemuan-pertemuan yang paling penting diantara anggota-anggota komplotan menggunakan kedok pesta, umpanyanya pesta perkawinan atau pesta sunatan. Pertemuan-pertemuan yang lebih kecil menggunakan kedok pertemuan zikir. Pemberontakan-pemberontak begitu pandai merahasiakan rencana-rencana komplotan mereka sehingga selama bertahun-tahun pemerintah colonial tidak dapat menemukan fakta-fakta yang bisa dijadikan alas an untuk menangkap mereka.


C. MELUASNYA SEMANGAT REVOLUSIONER DAN BEBERAPA PERSIAPAN
Telah diadakan persiapan-persiapan untuk melakukan pemberontakan itu, bahwa pemimpin-pemimpin pemberontak mempunyai tujuan-tujuan tertentu dan bahwa persiapan-persiapan itu berlangsung berbulan-bulan lamanya. Dalam empat bulan terakhir tahun1887 kegiatan anggota-anggota komplotan sangat meningkat, mereka adakan pertemuan-pertemuan melakukan perjalanan dan mempropagandakan perjuangan mereka di satu pihak dan melatih murid-murid mereka dalam cara-cara bertempur di lain pihak. Menjelang waktu itu, semangat pemberontakan sudah mencekam anggota-anggota tarekat. Mereka sependapat bahwa gerakan mereka sudah mencapai banyak kemajuan, dan mereka memutuskan untuk memperluas persiapan-persiapan pemberontakan dan mengikutsertakan orang-orang di luar tarekat.

Kegiatan-kegiatan persiapan pemberontakan selam tiga bulan terakhir tahun 1887 dan pertengahan pertama tahun 1888, ditandai oleh factor-faktor sebagai berikut : (1) latihan pencak dipergiat ; (2) pengumpulan dan pembuatan senjata ; (3) propaganda di luar Banten dilanjutkan.

Kegiatan-kegiatan lain diteruskan, seperti menghasut rakyat dengan jalan membakar semangat mereka dengan khotbah-khotbah tentang ramalan-ramalan dan ajaran tentang Perang Sabil, dan mendorong mereka untuk memakai jimat dan ikut dalam pertemuan-pertemuan keagamaan. Kegiatan-kegiatan gerakan benar-benar ditingkatkan, dan salah satu buktinya yang nyata adalah seringnya diadakan pertemuan oleh pemimpin-pemimpin pemberontak hamper setiap minggu. Haji Abdulsalam ditugaskan untuk menyediakan senjata-senjata gelap, ia dibantu oleh Haji Dulgani dan Haji Usman.


D. ENAM BULAN TERAKHIR TAHAP PERSIAPAN
Pada tanggal 12 bulan Ruwah atau 22 april 1888 yang diadakan di rumah Haji Wasid di Beji. Pada akhir jamuan, ketiga ratus orang tamu berkumpul di mesjid dimana para kyai dan murid-murid merekabersumpah ; pertama, bahwa mereka akan ambil bagian dalam Perang Sabil, kedua bahwa mereka yang melanggar janji akan dianggap sebagai kafir, ketiga bahwa mereka tidak akan membocorkan rencana mereka kepada pihak luar.

Mereka dengan khidmat berjanji akan membunuh semua orang Eropa dan semua pejabat pemerintah. Keputusan-keputusan lain yang telah diambil adalah mengenai hal-hal sebagai berikut ; untuk setiap empat puluh orang akan diangkat seorang pemimpin kelompok, pakaian-pakaian akan dikumpulkan dan dipakai dalam pertempuran, setiap orang yang telah mengucapkan sumpah akan menandatangani pengukuhannya secara tertulis.


E. MENJELANG PEMBERONTAKAN
Haji Abdurrakhman memberikan laporan mengenai pertemuan di Trumbu dan menambahkan bahwa ia telah ditugaskan untuk membunuh wedana Ciruas, asisten residen Kalodran, dan penghulu sub-distrik (kecamatan), setelah ia selesai dengan tugasnya di Serang, ia lalu memerintahkan hadirin untuk mengasah golok mereka dan membagi-bagikan jimat dan pakaian putih. Dua hari setelah barisan orang-orang yang terus bertambah besar, bersenjata golok dan tombak, dan dipimpin oleh Haji Wasid dan Haji Tubagus Ismail, bergerak dari Cibeber kea rah Saneja, salah satu pusat pemusatan yang penting dimana mereka menantikan tanda yang segera akan diberikan untuk menyerang.


Description: pemberontakan petani banten tahun 1888, pemberontakan petani banten, sejarah sosial ekonomi

Banditisme

Perbanditan atau perbanditan sosial diperkenalkan pertama kali oleh Hobsbawn, seorang sejarawan Inggris, yang menyebut bahwa perbanditan dilakukan oleh sekelompok orang marginal dari masyarakat petani. Kegiatan mereka dianggap kriminal oleh penguasa. Hubungan petani dan bandit menciptakan perbanditan sosial. Bandit sosial adalah hero, kampion, orang yang mempunyai musuh sama dengan musuh petani. Mereka mengawasi ketidakadilan, mengawasi penekanan dan pengurasan, bahkan mempertahankan kehidupan ideal yaitu emansipasi dan kemerdekaan. Selanjutnya Hobsbawn mengatakan bahwa perbanditan itu terjadi di lingkungan sosial yang didominasi oleh kehidupan petani tradisional dan lingkungan masyarakat prekapitalis.

Perbanditan tidak lain adalah bentuk dari kriminalitas yang berkembang dimasyarakat agraris. Perbanditan sosial dapat dijelaskan kaitannya dengan perubahan pola kejahatan yang berhubungan dengan bentuk ekonomi politik dan artikulasi kedalam ekonomi dunia. Secara spasial, skala operasional perbanditan lebih bersifat terbatas dan lokal, dan tidak tampak adanya jaringan, sedangkan perbanditan sosial sudah meningkat ke tingkat regional, tetapi tetap belum terbentuk jaringan diantara mereka secara nyata. Secara khusus perbanditan yang banyak terjadi di pedesaan Jawa adalah kecu, rampok, koyok, dan sebagainya.

Rupanya baik pemerintah colonial maupun perkebunan menganggap perbanditan adalah semata-mata pengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat. Karena itu setiap kaliperbanditan meluas pemerintah menambah atau memperkuat keamanan dengan memperkuat polisi. Akan tetapi, tindakan ini tidak pernah berhasil selama pemerintah tidak mengetahui sebab yang dalam dari perbanditan itu sendiri yaitu karena buruknya kehidupan petani sebagai akibat dominasi perkebunan dengan berbagai tekanan sehingga petani tidak dapat tidak bereaksi secara aktif dan pasif. Pada dasarnya yang disebut bandit adalah individu atau sekelompok orang yang menyerang dan merampok dengan kekerasan.


A. SIFAT DASAR PERBANDITAN
Istilah perbanditan dipandang sangat subyektif, dari sudut pandang mana istilah itu diberikan. Biasanya istilah itu muncul dari kalangan penguasa yang merasa dirugikan oleh perbuatan seseorang atau sekelompok orang. Memang perbanditan selalu mengacu pada perbuatan individu atau kelompok yang menentang hukum. Bandit itu mencakup pengertian: a). perampok berkawan; b). seorang yang mencuri, mambunuh dengan cara kejam dan tanpa rasa malu; c). seorang yang mendapatkan keuntungan dengan tidak wajar; d). musuh. Meskipun demikian bandit juga dibedakan menjadi bandit biasa (ordinary bandit) dan bandit sosial (social bandit). Pada umumnya bandit biasa adalah seseorang yang melakukan kejahatan dengan merampok tanpa latar belakang apapun, sedang bandit sosial adalah perbuatan seseorang untuk merampok yang dilatarbelakangi kepentingan sosial-politik.

Gerakan perbanditan itu dilakukan untuk menghilangkan ketidakadilan, penekanan dan eksploitasi, khususnya untuk perbanditan pedesaan di Jawa belum mengarah pada gerakan politik untuk mencapai kemerdekaan seperti yang dilakukan ditempat lain. Pada dasarnya ciri khas banditisme adalah: 1). Tidak meninggalkan komunitasnya; 2). Mencerminkan nilai moral dan ideologyi komunitasnya; 3). Perbuatannya ynag ganas konsisten dengan ideologinya, korbannya yang dianggap musuh komunitasnya; dan 4). Ia dibantu baik kata maupun perbuatannya oleh masyarakat. Perbanditan mengandung protes sosial yang tidak lepas dari perasaan tidak puas, sukar melepaskan perbanditan yang sesungguhnya dengan gerakan sosial dan gambaran situasi yang masih primitif. Perbanditan sosial dipandang sebagai pahlawan, jago, seorang yang musuhnya sama dengan musuh petani.

Untuk mencegah para bandit dipedesaan kepala-kepala desa mengalami kesulitan, karena sebenarnya mereka itu ibarat air dan ikan. Dimana seharusnya mereka berpihak.
Proses lahirnya perbanditan berasal dari petani yang terdesak dan tertekan oleh beratnya pajak dan kerja wajib. Dalam dunia perbanditan juga mempunyai cara untuk mengecohkan penguasa dan korbannya. Meskipun sudah ada aturan untuk melindungi perbanditan tetapi pemerintah harus memperkuat penjagaan dengan kerjasama pemerintah dengan kepala desa.


B. PERBANDITAN MANIFESTASI, PROTES SOSIAL
• Keluhan dan Reaksi
Sejak masa kerajaan, kondisi sosio-ekonomi petani tidak pernah berlebihan Hal ini disebabkan oleh kedudukan petani yang rendah yang membawa konsekuensi bermacam-macam. Perbanditan yang timbul di pedesaan tidak dapat dilepaskan dengan hilangnya fungsi tanah. Dari hubungan pemilikan tanah dan kewajiban pajak, petani juga memperoleh pendapatan berupa hasil tanah. Tetapi perolehan petani dikonsumsikan kembali dan praktis mereka tidak mempunyai uang kontan lagi. Pendapatan petani yang ada dibawah subsistensi selalu mengalami penyusutan dan tampak sekali bahwa tidak sesuainya penghasilan dengan kebutuhan hidup. Semakin maju dan luas perkebunan di pedesaan semakin cepat pula cepat pula perubahan kehidupan petani, dapat dikatakan perkebunan dan pabrik menguasai sektor-sektor keperluan yang hanya dapat dipenuhi oleh petani.

Di dalam proses produksi kapitalis, petani menjadi penyedia tenaga kerja. Satu-satunya milik petani yaitu tenaga kerja dijadikan salah satu factor produksi. Perkebunan dan pabrik hanya dapat berjalan jika upah kerja ditekan, dan keuntungan jadi berlipat ganda jika upah kerja itu ditekan seminimum mungkin. Kedudukan petani dan buruh sangat lemah, mereka tidak berdaya menghadapi penguasa-penguasa. Demikianlah nasib petani, secara structural kedudukan petani ada distrata bawah yang mau tidak mau dikuasai struktur atas. Reaksi yang dilancarkan petani sebanding dengan tekanan yang diterimanya, semakin berat tekanan semakin keras pula tekanannya. Kehidupan ekonomi petani yang selalu ada dibawah, jelas tidak memberi harapan lahirnya kesejahteraan mereka. Perasaan tidak puas yang tidak dapat ditoleransikan sebagai akibat dominasi perkebunan mendorong petani menyiapkan diri akhirnya membulatkan tekad untuk melawan pihak-pihak yang dianggap merugikan petani.

• Ekonomi dan Politik Perbanditan
Sejak berlakunya politik ekonomi liberal tahun 1870, kehidupan di pedesaan tidak mnjadi makin baik tetapi bahkan sebaliknya. Meskipun dilakukan penghapusan tanam paksa untuk berbagai jenis tanaman, tetapi dampaknya tidak menguntungkan bagi kehidupan petani. Secara tidak disadari pemerintah dan perusahaan perkebunan mulai berjaga-jaga agar perusahaannya selamat. Gerakan mereka yang semula berbasis pada gerakan tradisional, bergeser pada gerakan modern yaitu melalui organisasi politik. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang, dan Pasuruan merupakan awal tempat berpijaknya para calon pemimpin Partai Komunis Indonesia(PKI) dan Partai Nasional Indonesia(PNI).

Biasanya mereka berasal dari daerah pedesaan disekitar perkebunan yang karena kesempatan baru mereka melanjutkan sekolah di kota-kota,di antara mereka tidak jarang berkenalan dengan tokoh-tokoh komunis yang juga menjadi anggota SI setempat. Dari sinilah awal mula penyebaran komunisme yang secara kebetulan mempunyai persamaan dengan tujuan SI yang akan menyejahterakan buruh dan petani.

Partisipasi buruh petani dalam organisasi politik dapat dilihat dari derjat atau tingkat pendidikannya. Pendidikan mereka kebanyakan adalah rendahan dan mereka cenderung menjadi anggota organisasi buruh yang mudah dimanfaatkan dalam setiap gerakan. Petani makin tergantung dan terikat dengan uang sewa yang dibayarkan perkebunan. Uang sewa diberikan dalam termin persewaan yang lama, lebih dari dua dekade yang bagi petani sangat tidak menguntungkan yang setiap saat mengharapkan uang sewa.


C. JENIS-JENIS PERBANDITAN PEDESAAN
Perbanditan di pedesaan bermacam-macam jenisnya, pada dasarnya perbanditan timbul sebagai akibat perubahan social yang diintroduksikan pemerintah colonial melalui tanah-tanah partikelir maupun tanah perkebunan. Reaksi yang muncul dari petani karena tekanan pajak dan kerja wajib yang berat mengakibatkan kemiskinan, penghisapan, dan penekanan. Masuknya kultur barat ke pedesaan menyebabkan juga petani kehilangan orientasi dan lepas dari budaya aslinya sehingga, mereka mencari jalan keluar antara lain berupa perbanditan. Di jawa bandit dapat disamakan dengan durjana, lun, bajingan, dan lain-lain. Dalam laporan kolonial digunakan berbagai istilah bendewezen, roofpartij, roverbende, roverij untuk menyebut bandit. Kecu dan rampok terdiri dari kawanan yang lebih dari 20 orang, koyok lebih dari 5 orang, dan culeg lebih dari 3 orang.

Maling atau pencuri dan begal, meskipun sering dilakukan lebih dari seorang dapat digolongkan resistensi individu. Yang jelas sasaran mereka individu pula yang merugikan petani. Mereka ini digolongkan kejahatan kecil, sedangkan rampok dan kecu termasuk kejahatan besar atau kejahatan serius. Dalam kacamata pemerintah perbanditan digolongkan menjadi 3, yaitu: a). kriminalitas (criminal bandit), b). perbanditan (banditry), dan c). pemberontakan (rebellion). Perbanditan lebih bersifat lokal dan jaringan dengan lokal lain sangat jarang, dan bahkan diantara mereka terjadi persaingan siapa yang paling berpengaruh di satu daerah. Perbanditan selalau memperkuat militansinya dengan kekuatan magis-keagamaan.


D. PERBANDITAN PEDESAAN
• Perbanditan Banten-Batavia
Perampokan
Hampir selama abad 20an di keresidenan Banten ada dalam suasana perbanditan yang didukung oleh berbagai lapisan masyarakat yang menjadi simpatisannya.lingkungan yang sangat menguntungkan perbanditan termasuk kebiasaan masyarakat dengan keberanian melawan penindas nyang disertai alat-alat perlawanan. Beberapa contoh tokoh perbanditan dapat ditnjukan antara lain seorang bernama Sahab, ia beroperasi di banten selatan selama bertahun-tahun. Ia berpengalaman keluar masuk penjara, dan bahkan kemudian diangkat sebagai demang oleh Patih Lebak, agar keamanan dapat ditegakkan. Memang benar bahwa para bandit merupakan “pelindung” dan pemerintahan “bayangan”.

Tidak mengherankan jika keamanan dipedesaan dapat ditegakkan dengan uang. Batavia yang sudah menjadi pelabuhan besar didiami oleh multietnik. Pedagang-pedagang dari seluruh nusantara singgah di kota ini dan mendirikan perkampungan mereka sendiri. Keadaan seperti ini tidak mengherankan dengan banyaknya kerusuhan dan kriminalitas. Sudah tentu pencurian dan perampokan sudah tidak asing di kota besar seperti Batavia. Perampokan besar yang disebutkan dalam laporan colonial adalah yang terjadi pada tahun 1880. perampokan ini cukup meresahkan pemerintah dan harus ditanggulangi agar tidak meluas.

• Perbanditan Yogyakarta
Kecu dan Pencuri
Sebagaimana diketahui bahwa Yogyakarta adalah bagian dari Vorstenlanden yang kehidupan penduduknya bertani. Daerah ini sangat subur sehingga banyak didirikan perusahaan perkebunan, terutama tebu, tembakau, indigo, dan kopi. Perbanditan yang lazim dikenal di daerah ini adalah kecu, yaitu perampokan yang dilakukan lebih dari 5 orang dengan korban personil perkebunan, orang cina, dan kepala-kepala setempat.beberapa kasus kecu dapat ditnjukkan misalnya tahun 1850, kawanan kecu bersembunyi diperbatasan dengan keresidenan kedu, Surakarta dan Semarang, hingga susah dikejar polisi. Upaya pencegahan terhadap merajalelenya perbanditan ini terus dilakukan sntara lain dengan memperkuat polisi bersenjata, tetapi uasaha pemerintah tetap sia-sia. Tindakan petani yang jengkel terhadap perkebunan yang nerugikan mendorongnya untuk melakukan pembalasan yaitu dengan melakukan pembakaran kebun tebu, los tembakau dan bangunan-bangunan lain. Sejak tahun 1860an pembakaran sering terjadi karena petani banyak yang dirugikan.

Resistensi dalam bentuk individual berupa pencuri, begal, dan pembakaran yang dilakukan seseorang tanpa diketahui siapa pemilik atau korban kejahatan. Di antara resistensi individual yang tercatat sangat sangat tinggi adalah angka pencurian hewan. Sejak tahun 1870 laporan tentang pencurian di daerah Yogyakarta makin banyak. Rupanya pencurian makin meningkat dan sampai pada titik yang paling mengkhawatirkan terjadi di daerah bantul pada tahun 1920, bahkan sampai pada tahun 1934 laporan kolonial masih menyebut bahaya “kriminalitas”

• Perbanditan Surakarta
Kecu
Daerah Surakarta tidak berbeda dengan Yogyakarta, bahkan perbanditan lebih banyak terjadi. Di samping daerahnya subur di daerah perkebunannya juga banyak. Di daerah ini perbanditan meliputi jenis individual dan juga kolektif. Pencurian dan pembakaran lebih menunjukkan kegiatan perseorangan, sedangkan kecu merupakan kegiatan kolektif yang sangat dominan, dan berani berhadapan dengan korban dan bukan hanya itu tetapi juga memaksa, menyiksa, dan tidak segan-segan membunuh korban. Sejak tahun 1830 kecu telah beroperasi di Surakarta dengan korban para penguasa lokal dan orang-orang kaya. Pada tahun 1871 terjadi beberapa kali pengkecuan. Pada malam 12 april Ngabehi Onggodimejo di desa keringan klaten menjadi korban kecu.

Setelah berhasil mengambil kekayaan kawanan bandit melarikan diri dengan aman. Keadaan pedesaan yang tidak aman sangat tergantung pada kecu dan factor eksternal yang ikut mendorong kegiatan mereka. Pada tahun 1915 pengkecuan di Surakarta jumlahnya relative lebih besar. Aktivitas kecu masih menunjukkan frekuensi yang tinggi disbanding dengan masa-masa, kemudian setelah munculnya organisasi politik modern yang mampu memberi wadah resistensi masyarakat pedesaan.


Description: banditisme, bandit, sejarah sosial ekonomi

Apanage dan Bekel

Abad XIX di Jawa merupakan periode eksploitasi agraris. Pada tahun 1830 dimulai Tanam Paksa dan tahun 1870 dikeluarkan Undang-Undang Agraria oleh Pemerintah Kolonial. Undang-Undang Agraria memberikan kebebasan perusahaan swasta untukmenanamkan modalnya. Sejak tahun 1830 di Vorstenlanden berkembang perusahaan perkebunan (orderneming). Baik Tanam Paksa maupun perusahaan perkebunan memerlukan lahan yang luas. Di keresidenan Surakarta lahan yang luas dan subur adalah tanah apanage. Kepemimpinan seorang bekel diperlukan sekali bagi kehidupan sosial di tanah apanage.


A. LATAR BELAKANG SOSIAL EKONOMI
Dalam Perjanjian Giyanti tahun 1755, berdirilah 2 kerajaan yaitu: Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Surakarta adalah bagian dari Vorstenlanden, wilayahnya meliputi daerah seluas 6215 km2. Letak keresidenan Surakarta sangat strategis,dan mudah dijangkau dari berbagai penjuru. Sepanjang jalan besar dari Semarang dan Yogyakarta banyak didirikan pos dan benteng untuk memudahkan pengawasan dan komunikasi. Demikian pula jalan kereta api Semarang-Vorstenlanden yang dipasang sejak tahun 1864 dan jalan trem yang menghubungkan pusat-pusat perkebunan di pedalaman sudah membentuk jaringan transportasi yang efektif dengan kota-kota pada akhir abad XIX.


B. SISTEM APANAGE
Peranan tanah dan mekanismenya menciptakan timbulnya interaksi sosial dalam masyarakat. Dengan kata lain, system apanage menentukan dan mengatur pola hubungan sosial politik masyarkat agraris. Berdasarkan teori milik raja (vorstendomein) dari Rouffaer, raja adalah pemilik tanah seluruh kerajaan dan dalam pemerintahannya ia dibantu oleh para birokat yang terdiri dari sentana dan narapraja. Mereka diangkat oleh raja berdasarkan orientasi kepada status dan askripsi. Mereka diberi tanah apanage atau tanah lungguh sebagai gaji yang merupakan imbalan jasanya.teori domein ini dimanfaatkan oleh para ahli hukum adat yang melihat hal seperti yang digambarkan oleh Rouffaer itu sebagai hasil proses userpasi kekuasaan raja yang semakin kuat.

Gambar : Apanage dan Bekel


Mengikuti pendapat bahwa hak atas tanah tertinggi ada pada raja, maka di samping raja menggunakan tanah untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tanah-tanah itu juga diberikan sementara kepada sentana dan narapraja sebagai siti atau bumi gadhuhan. Menurut fungsinya tanah-tanah di Kasunanan dan Mangkunegaran dibedakan menjadi: pertama, Bumi narawita, yaitu tanah yang menghasilkan sesuatu (barang) yang ditentukan dan diperlukan oleh raja. Para patuh diberi hak untuk memungut sebagian hasil tanah apanagenya. Karena mereka bertempat tinggal di kuthagara, maka penggarapan apanagenya dilakukan oleh seorang bekel.

Selain mewakili patuh, para bekel juga dipercaya memungut hasil bumi dari petani. Dalam arti sempit tugas seorang bekel adalah pengumpul pajak dari petani di desa-desa, dan dalam arti luas ia harus mengawasi keamanan desa, termasuk menyediakan tanah dan tenaga kerja. Oleh karena itu, meskipun patuh membebani bekel dengan berbagai tugas dan kewajiban, tugas itu dikerjakannya dengan baik karena bekel dengan mudah mengarahkan petani di kebekelannya. Bekel yang diangkat dikukuhkan dengan surat pengangkatan yang disebut piagem yang di dalamnya tercantum tugas, kewajiban dan sangsinya. Sebelum seorang bekel diangkat, ia harus mendapat persetujuan dahulu dari gunung, yaitu seorang penguasa distrik yang membawahi bekel.


C. STRUKTUR APANAGE
Dilihat dari strukturnya, tanah apanage dapat dibedakan menjadi tanah narawita (kroondomein) di satu pihak dan tanah apanage untuk sentana dan narapraja di pihak lain. Tanah-tanah narawita menghasilkan bahan pangan, kudapan dan bahan-bahan yang diperlukan oleh istana. Raja dan patuh menyerahkan penggarapan tanah itu kepada bekel.

Untuk desa-desa besar bekel-bekel ada di bawah pengawasan demang. Seperti yang sudah lazim berlaku, pembagian hasil tanah dilakukan dengan maro, 2/5 bagian untuk raja atau patuh, 2/5 untuk sikep, dan yang 1/5 untuk bekel. Pola hubungan ke bawah dari raja atau patuh kepada bekel dan sikep baik di tanah narawita maupun di tanah apanage merupakan pola tetap. Selain itu, hubungan ke bawah berasal dari parapejabat tinggi dan rendah istana yang semuanya adalah para patuh.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua golongan sosial besar, yaitu golongan sosial besar, yaitu golongan priyayi di satu pihak dan wong cilik di pihak lain. Golongan priyayi yang terdiri dari para sentana dan narapraja merupakan sebagian kecil penduduk terdiri dari golongan penguasa yang berada di atas golongan sosial besar. Golongan besar ini terdiri dari sikep dan kuli-kuli lainnya yang disebut wong cilik. Priyayi mengawasi para sikep karena ia memberi tanah garapan kepada mereka.

Golongan sikep menyediakan tenaga kerja untuk menggarap tanah-tanah apanage. Dengan demikian, dilihat dari struktur sosial yang berlaku, tampak adanya dominasi dan eksploitasi oleh golongan sosial di atas suasana desa.


D. BEKEL DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL
Peranan bekel timbul karena system apanage yang mempercayai bekel sebagai penebas pajak yang dibayarkan secara teratur maupun okasional. Tertib tidaknya penarikan pajak dari petani sangat bergantung pada para bekel sebagai penanggung jawab. Rupanya tidak diragukan lagi bahwa sering terjadi kebocoran dalam pembayarannya sehingga sejumlah pajak yang diharapkan tidak sampai kepada patuh. Diperkirakan sikep tidak dapat memenuhi pasokan sehingga jumlah pemasukan pajak berkurang, tetapi juga sangat besar kemungkinannya pasokan itu sebelum sampai pada patuh diambil sebagian oleh kepala-kepala di atas bekel.

Selain itu, berkurangnya pemasukan pajak diperkirakan berasal dari sikep yang tidak sanggup membayarnya. Oleh karena itu, sikep harus diawasi sehingga bekel diberi tugas baru sebagai pengawas penarikan pajak dan sekaligus sebagai penjaga keamanan desa. Tugas tambahan menjadi pengawas penarikan pajak ini secara tidak sengaja memunculkan peranan bekel sebagai penguasa desa, artinya ia mempunyai kekuasaan sebagai kepala desa. Sejak terjadinya perluasan perkebunan, peranan bekel sebagai penguasa dsa menjadi makin jelas. Perubahan itu terjadi pada tahun 1848, pada waktu itu dikeluarkannya peraturan tentang tugas kepala-kepala desa. Namun, setelah tahun itu masih selalu terjadi kesalahan dalam menyebut bekel sebagai penebas pajak ataukah bekel sebagai pemegang kekuasaan desa atau kepala desa. Rupanya setelah pertengahan abad XIX jelas ada kecenderungan menyebut bekel sebagai kepala desa.

Didalam system apanage, bekel ditempatkan sebagai penghubung ke atas dank ke bawah. Hubungan ke atas menempatkan bekel sebagai penebas tanah apanage sebagai siti gadhuhan dari raja, dan ia bertanggung jawab dalam pembayaran sejumlah pajak seperti yang disebutkan dalam piagem. Dalam hal ini kedudukan patuh sangat kuat karena ia berkuasa untuk memaksa bekel agar memenuhi tuntutannya. Jadi, dengan kata lain bekel harus loyal kepada patuh. Sedangkan hubungan ke bawah antara bekel dengan sikep dan kuli-kuli lainnya menempatkan bekel sebagai pelindungnya sehingga para kuli itu sangat tergantung pada bekel. Loyalitas kuli kepada bekel tidak diragukan lagi dalam hubungannya dengan pengerahan tenaga untuk mengerjakan sawah. Kuduran atau sambatan wajib juga berlaku pada petani jika bekel memerlukan tenaga kuli di kabekelannya.

Perubahan kedudukan tanah apanage dan peranan bekel mempunyai dampak luas dan sangat kompleks dalam masyarakat. Reorganisasi agraria merupakan dasar pembaharuan karena ekstrasi colonial selama ini belum memperoleh keuntungan maksimal. Oleh karena itu, ekstrasi hasil bumi dan tenaga kerja petani ditingkatkan, khususnya dengan mengubah kedudukan tanah dan membentuk pemerintahan desa. Dengan demikian ekstraksi lama tetap berjalan disatu pihak, dan intensifikasi ekstraksi berlangsung sesuai dengan kemajuan penetrasi colonial dan komersialisasi di pihak lain. Perubahan-perubahan itu mempercepat runtuhnya kelembagaan desa. Dukungan dari beberapa teori perlu dicocokan kebenarannya terutama korelasi antara perubahan kedudukan tanah dan pemerintahan desa dengan proses komersialisasi dan monetisasi.

Proses reorganisasi adalah salah satu cara untuk memperbaiki keadaan di pedesaan. Reorganisasi peradilan yang dilakukan sebelumnya guna menunjang keamanan bagi usaha-usaha swasta ternyata belum cukup menjamin. Oleh karena itu, diperlukan reorganisasi agraria, yaitu dengan menghapus tanah apanage agar ada kepastian usaha bagi modal swasta, termasuk penyederhanaan manajemennya.


E. KEKUASAAN BEKEL
Perubahan kekuasaan bekel secara resmi baru dilakukan bersamaan dengan reorganisasi tanah dan pembentukan pemerintahan desa pada tahun 1912 untuk desa kejawen, tahun 1917 untuk desa perkebunan. Desa-desa kejawen yang terdiri dari beberapa kabekelan dihapus, dan dibentuk kelurahan yang dikepalai oleh seorang lurah desa atau kepala desa.
Pada dasarnya terdapat persamaan wewenang bekel denagn lurah, tetapi wewenang lurah dipersempit pada urusan administrasi dan pemerintahan. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah colonial mempunyai pegangan kuat terhadap desa-desa dalam rangka mengubah system apanage ke industrialisasi agraris. Dengan kata lain, kelurahan mempunyai wewenang nyata untuk mengatur desa-desa guna mendapatkan tanah dan tenaga kerja melalui persewaan dan kontrak individual.


F. TRANSPORTASI DAN MOBILISASI
Transportasi dan mobilisasi merupakan dampak dari peningkatan agro-industri. Mobilisasi mencakup perpindahan secara geografis dari satu tempat ke tempat lain yang ditunjang oleh transportasi modern yaitu kereta api, sedangkan perpindahan secara sosial berupa perubahan status sosial ke atas. Kedua bentuk mobilitas itu tidak dapat dilakukan sepenuhnya oleh petani karena ada beberapa hambatan. Mobilitas geografis petani terbatas pada territorialnya dan kemampuan finansialnya, sedangkan mobilitas ke atas sengaja ditekan agar tetap tersedia tenaga kerja guna memperoleh ekstraksi secara maksimal.


G. KERESAHAN DI PEDESAAN
Menurut lokasi kejadiannya, keresahan sosial dapat dibedakan menjadi 2, yaitu di pusat kerajaan dan di pedesaan. Sungguhpun demikian, kedua lokasi itu tidak dapat dipisahkan karena keresahan yang mula-mula timbul di istana, setelah meletus sebagai gerakan, beralih kepada dukungan priyayi di pusat kerajaan. Oleh karena itu, kerusuhan-kerusuhan seperti perkecuan, pencurian, pembegalan, pembakaran, dan pembunuhan, serta gerakan sosial keagamaan mengambil tempat di pedesaan karena petani meupakan sebagian besar korban modernisasi sehingga gerakan yang timbul selalu didukung oleh petani. Kasus-kasus gerakan sosial, yaitu :
1) Gerakan Mangkuwijoyo tahun 1865
2) Gerakan Srikaton tahun 1888


Description: apanage dan bekel, apanage, bekel

Teori dan Metodologi Sejarah Sosial Ekonomi

Sejarah sosial merupakan kajian sejarah tentang masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat, yang mencoba untuk melihat bukti-bukti sejarah dari sudut pandang mengembangkan tren sosial. Sedangkan sejarah ekonomi secara garis besar mempunyai pengertian sebagai kegiatan dan keadaan perekonomian suatu masyarakat pada masa lampau. Secara singkat sejarah ekonomi mempelajari manusia sebagai pencari dan pembelanja. Kebanyakan sejarah sosial juga mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah ekonomi. Sehingga sejarah sosial dan sejarah ekonomi menjadi semacam dua pembelajaran sejarah yang disatukan menjadi sejarah sosial ekonomi.


A. TEORI DAN METODOLOGI
Teori adalah bahasan mengenai penyusunan konsep-konsep dan model-model dan pembuatan explanasi-explanasi umum tatapi rinci mengenai tipe peristiwa-peristiwa dan proses-proses tertentu yang dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab dari peristiwa-peristiwa dan proses-proses sebenarnya. Metodologi membahas kerangka-kerangka pemikiran tentang konsep-konsep, kategori-kategori, model-model, hipotesis, dan prosedur-prosedur umum yang dipakai dalam penyusunan teori dan testing.

Metodologi sejarah atau pendekatan sejarah adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain, metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written). Sejarah sosial-ekonomi merupakan salah satu metodologi dalam peneliatian sejarah. Melalui pendekatan sejarah sosial-ekonomi, dimungkinkan ilmu sejarah memperoleh pemahaman yang lebih utuh mengenai makna-makna peristiwa sejarah.

Dalam membahas masalah tanam paksa yang pernah diterapkan oleh belanda di Indonesia, seorang sejarhwan harus bisa mengkajinya dari aspek ekonominya, khusunya andil tanam paksa bagi pemulihan perekonomian Belanda pasca bubarnya VOC dan dari pendekatan sosial mengenai keadaan masyarakat Indonesia saat terjadinya tanam paksa. Dengan begitu, pembahasan dari tanam paksa akan memperoleh gambaran yang utuh.

Metodologi dalam studi sejarah menuntut penyesuaian yang akan terwujud sebagai perbaikan kerangka konseptual dan teoretis sebagai alat analitis. Hal ini dapat dilakukan dengan meminjam berbagai alat analitis dari ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, politikologi, dan lain-lain. Ilmu sejarah bersifat empiris, oleh karena itu sangat penting untuk berpangkal pada fakta-fakta yang tersaring dari sumber sejarah, sedangkan teori dan konsep hanya merupakan alat-alat untuk mempermudah analisis dan sintesis sejarah. Sejarah sosial banyak mengkaji tentang masyarakat secara total atau global.

Tema-tema seperti sejarah sebuah kelas sosial, terutama sejarah kaum buruh menjadi tema yang penting dalam sejarah sosial. Tema lain yang dapat digarap oleh sejarah sosial ialah tentang peristiwa-peristiwa sejarah. Tulisan-tulisan Mousnier tentang pemberontakan petani adalah salah satu contohnya. Demikian juga tulisan Sartono Kartodirdjo yang berjudul Peasants’ Revolt of Banten in 1888 barangkali merupakan sejarah sosial pertama yang ditulis dalam historiografi Indonesia. Sejarah sosial juga dapat mengambil fakta sosial sebagai bahan kajian. Tema seperti kemiskinan, perbanditan, kekerasan, kriminalitas dapat menjadi sebuah sejarah. Demikian juga sebaliknya kesalehan, kekesatriaan, pertumbuhan penduduk, migrasi, urbanisasi dan sebagainya.

Demikianlah misalnya karya Peter Laslett, Family Life and The Illicit Love in Earlier Generation yang mengungkap mengenai lahirnya anak-anak haram pada masyarakat Inggris pada zaman Victorian yang terkenal dengan ketertiban moralnya. Sejarah ekonomi adalalah sejarah yang mempelajari manusia sebagai pencari dan pembelanja. Jadi sejarah ekonomi bukanlah interpretasi ekonomis terhadap sejarah, yang termasuk dalam sejarah pada umumnya. Sejarah ekonomi haruslah spesifik, sejarah dari satuan yang kongkret dan khusus. Sejarah ekonomi pada umumnya terutama dalam konteks ekonomi industrial. Selain itu juga mengenai sejarah ekonomi pedesaan dan ekonomi petani.


B. HAKIKAT FAKTA

1.Definisi
Menurut definisi yang dimaksud dengan fakta adalah :
•Sesuatu yang telah dilakukan.
•Obselet : yang dikerjakan, yang dibuat, penampilan, tindakan,
•Sesuatu yang benar-benar ada (kualitas atau hubungan kenyataan yang mana dinyatakan dalam pengalaman atau barangkali disimpulkan dengan pasti, khususnya suatu kejadian dalam waktu dan tempat).
•Suatu penegasan, pernyataan, atau informasi yang berarti mengandung sesuatu yang mempunyai kenyataan obyektif.

Menurut The New Lexicon, fakta ialah “sesuatu yang diketahui benarnya, suatu pernyataan tentang sesuatu yang telah terjadi”. Tentu saja tidak semua arti definisi di atas relevan. Umumnya fakta-fakta erat hubungannya dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang apa, siapa, kapan, dan dimana.


2.Arti fakta bagi para sejarawan
Sesungguhnya pengertian tentang fakta itu tidak sesederhana yang dicontohkan diatas. Diantara pakar-pakar sejarah dan atau filsafat sejarah sendiri terdapat berbagai pendapat atau tafsiran tentang fakta itu. Misalnya dari Patrick Gardiner, E.H. Carr, dan Carl L. Becker.

Patrick Gardiner menunjukkan bahwa fakta-fakta itu berarti : apa yang benar-benar telah terjadi (“invasi Napoleon ke rusia adalah sebuah fakta;” “cerita sejarah ini adalah benar-benar berdasarkan fakta”); evidensi sebagai bukti baru yang mungkin dapat menambah pengetahuan kita tentang revolusi Perancis atau bukti-bukti penting dalam sidang pengadian (“ia telah menemukan suatu fakta baru tentang revolusi perancis”; “sekarang anda memiliki semua fakta untuk perkara itu”): mempertanyakan hakikat kebenaran (truth), misalnya tentang suatu cerita tentang apa yang benar-benar terjadi pada suatu ketika tertentu atau tafsiaran seseorang tentang fakta fakta (“apakah anda yakin tentang fakta-fakta anda?” : ” jadi itulah tafsiran anda tentang fakta-fakta! ” ) ; kunci atau petunjuk (plus cluess) bagi seseorang detektif yang sedang melakukan penyelidikan (misalnya berupa bekas darah, abu rokok di asbak disebut) (Gardiner, 1961: 73 - 74)

Menurut E. H. Carr, sejarahwan memperoleh fakta fakta itu dari dokumen, inskripsi, dan dari ilmu-ilmu bantu sejarah lain nya seperti arkeologi, epigrepi, nomismadik, kronologi (Carr, 1985: 9, 11). Meskipun para sejarawan sepakat untuk sejumlah fakta-fakta dasar tertentu, tetapi adalah sejarawan sendiri sebenarnya yang melakukan seleksi terhadap apa yang dapat dijadikannya fakta itu.

Hubungan antara sejarahwan dengan fakta-fakta itu setaraf atau menurut istilah Carr sendiri “memberi dan menerima” (Carr, 1985: 29) mengenai fakta dan penafsiran (interpretasi), sejarahwan terlibat terus menerus dalam suatu proses mengolah fakta-fakta nya dalam interpretasi nya atau interpretasi dalam hubungan dengan fakta-fakta nya. Hubungan timbal balik antara sejarahwan dengan fakta-faktanya itu ibarat hubungan antara masa sekarang dan masa lalu.


C. HAKIKAT KONSEP
Pengertian konsep didefinisikan kamus Webster’s sebagai sesuatu yang dibentuk dalam pikiran, ide, pendapat seperti sebuah filsafat yaitu suatu ide umum atau abstrak sebuah opini universal.

1.Hasil dari suatu kegiatan mental membuat generalisasi
2.Konstruksi teoritis, logika yaitu suatu ide yang mencakup atribut-atribut etensial dari suatu kelas atau setesis-setesis logis, suatu istilah universal atau pernyataan.

Berbeda dengan fakta, konsep-konsep pada hakikatnya adalah definisi konsep-konsep mengandung karakteristik yang umum dari suatu kelompok pengalaman. Tidak seperti fakta-fakta yang merujuk kepada suatu objek peristiwa atau indipidu tunggal maka konsep-konsep mengandung beberapa hal yang umum dari sejumlah objek, peristiwa, atau individu-individu (fraenkel, 1980: 58)


D. JENIS-JENIS KONSEP
Fraenkel mengklasifikasi jenis-jenis konsep atas konjungtif, disjungtif, relational, deskriftif, dan valuatif.

1.Konsep konjungtif
Bersifat menghubungkan dapat didefinisikan oleh keberadaan dua atau lebih atribut yang semuanya harus ada (fraenkel: 58. ). konsep suami misalnya, ia harus laki-laki menikah dengan sah dan mempunyai istri.

2.Konsep disjungtif
Biasanya sebagai alternatif, yang ini atau yang itu konsep arsip atributnya dapat berupa gedung tempat penyimpanan dokumen dokumen dan catatan-catatan.

3.Konsep relasional
Mengandung suatu hubungan khusus atau antara dua atribut atau lebih dan dinyatakan secara numerik (angka) sebagai suatu rasio atau suatu produk.

4.Konsep deskriptif
Terdapat sejumlah konsep yang pada dasar nya netral, dalam arti gambaran atau bayangan (image) yang terkandung dalam nya hanyalah memerikan karakteristik-karakteristik tertentu dari benda-benda atau hal-hal yang mempunyai persamaan, tanpa menyarankan prefensi kepada karakteristik-karakteristik yang di katagorikan.

5.Konsep valuatif
Konsep-konsep seperti baik, buruk, benar, salah, cantik, jelek misalnya, mengandung suatu evaluasi yang memberi kesan setuju atau tidak setuju, suatu perasaan positif atau negatif.

6.Campuran antara konsep deskriptif dan konsep evaluatif paling banyak di temui.
Konsep-konsep ini tidak hanya memerikan karakteristik-karakteristik yang di miliki bersama, tapi juga memuat suatu sikap dan perasaan terhadap ciri-ciri itu. Sebagai contoh misal nya konsap kekerasan pembunuh, sadis; konsepisme seperti komunisme, dan demokrasi (Fraenkel, 1980: 59) acapkali karena pengalaman sejarah yang berbeda-beda, sikap Negara-negara atau bangsa-bangsa terhadap konsep-konsep tertentu tidak sama sehingga ada yang bersikap positif, negative, atau netral.


E. ATRIBUT KONSEP
Pakar pendidikan Jerome kagan sebagaimana yang dikutip oleh Fraenkel menyarankan ada empat sifat (kualitas) penting yang dapat diterapkan pada semua konsep, tanpa memperhatikan arti dan karakteristik-karakteristik yang sama yang dikandung oleh konsep-konsep itu. Konsep itu adalah tingkat abstraksi, kompleksitas, diferensiasi, dan sentralisasi dari dimensi-dimensinya.

1.Tingkat abstraksi.
Konsep-konsep itu beragam dalam arti keabstrakan dari karakteristik-karakteristiknya. Maka konsep ini terbagi menjadi dua, yaitu abstraksi yang bertingkat rendah dan abstraksi yang bertingkat lebih tinggi.

2.Kompleksitas.
Jumlah atribut yang diperlukan untuk mendefinisikan konsep-konsep itu turut membedakan tingkat kesederhanaan dan kerumitan konsep-konsep. Semakin banyak data atribut yang dipakai, semakin dianggap kompleks konsep itu.

3.Diferensiasi.
Konsep-konsep juga berbeda dalam tingkat kemempuannya sebagai pembeda. Ada sejumlah konsep yang mempunyai karakteristik dasar umum yang sama yang diwakili konsep-konsep tersebut. Konsep-konsep ini dapat juga menerima bentuk-bentuk ragam lain yang sedikit berbeda dari ide yang dikandung oleh konsep itu tetapi hubungannya tetap ada.

4.Sentralitas dari dimensi-dimensi.
Arti dari beberapa konsep diambil dari satu atau dua kata kunci atau atribut-atribut terpenting yang menunjukkan kepada bentuk-bentuk sentral dari ide yang dikandung oleh konsep itu. Misalnya konsep mobilitas sosial artinya gerak orang-orang dari satu kelompok sosial ke kelompok sosial yang lain. Dikenal konsep mobilitas vertikal yaitu perubahan dalam status sosial dan konsep horizontal yaitu perubahan dalam afiliasi politik atau agama.


F. PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN DALAM SEJARAH SOSIAL EKONOMI
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam sejarah sosial ekonomi memanfaatkan teori dan konsep ilmu-ilmu sosial. Dengan penggunaan ilmu-ilmu sosial, sejarawan mempunyai kemampuan menerangkan yang lebih jelas, sekalipun kadang-kadang harus terikat pada model teoritisnya. Keterkaitan ini dapat mempunyai akibat pada rekonstruksi yang tidak lengkap, sebab harus menuruti logika dan seleksi sebuah model eksplisit.

Peranan ilmu sosial dalam penyeleksian data dan fakta, terutama teori-teori dan konsep-konsepnya sangat penting. Kedua jenis alat analitis itu memudahkan kita mengatur seluruh substansi penulisan naratif dengan segala unsur-unsurnya seperti fakta, subfakta, struktur dan proses, faktor-faktor, dan lain lain. Tanpa kerangka teoritis dan konseptual tidak ada butir-butir referensi untuk membentuk naratif, eksplanasi dan argumentasi.

Yang penting dari implikasi metodologis ini ialah bahwa pengungkapan dimensi-dimensi memerlukan pendekatan yang lebih kompleks yakni pendekatan multidimensional. Sejarawan yang akan menerapkan metodologi ini perlu menguasai berbagai alat analitis yang dipinjam dari ilmu sosial.


G. PENDEKATAN (APPROACH)
Sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah dapat disebut masalah pendekatan. Penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat bergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan. Hasil pelukisannya akan sangat ditentukan oleh pendekatan yang dipakai. Pendekatan sosiologi misalnya meneropong segi-segi sosial. Pendekatan antropologis mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari perilaku sejarah, status dan gaya hidup. Pendekatan politikologis menyoroti strruktur kekuasaan, jenis kepemimpinan. Dalam menghadapi gejala historis yang serba kompleks, setiap penggambaran atau deskripsi menuntut adanya pendekatan yang memungkinkan penyaringan data yang diperlukan. Suatu seleksi akan dipermudah dengan adanya konsep-konsep yang berfungsi sebagai kriteria.

Sejarah bersifat empiris, maka sangat primer pentingnya untuk berpangkal pada fakta-fakta yang tersaring dari sumber sejarah, sedang teori dan konsep hanya merupakan alat-alat untuk mempermudah analaisis dan sintesis sejarah. apabila filsafat disini diartikan berpikir berpikir tentang pikiran kita maka setiap metodologi adalah filsafat karena dalam menerapkan metodologi, kita terus menerus mengecek semua langkah dalam pekerjaan dan pemikiran kita.

1. Pendekatan Sistem dan Perspektif Historis
Pendekatan sistem memusatkan perhatian pada kesatuan yang mencakup unsur-unsur serta hubungan pengaruh-mempengaruhi. Ditangkapnya proses interaksi antara unsure terjadi suatu waktu dan dalam situasi tertentu. Dapat dikatan bahwa disini ada pengambilan situasi menurut momentum tertentu, maka dengan sendirinya orang mengabaikan kenyataan bahwa situasi dewasa ini atau pada saat dikaji itu tidak lain merupakan hasil perkembangannya di masa lampau. Pelacakan bagaimana terjadinya atau jalannya perkembangan di masa lampau dilakukan dengan pendekatan diakronisnya atau mirip dengan “penampang bujur” pada suatu pohon. Dengan demikian akan tampak bahwa situasi sekarang adalah hasil atau produk dari pertumbuhan atau perkembangan sejarah.

-Definisi sejarah
Sejak umat manusia mempunyai kemampuan berbahasa banyak karangan-karangan tentang pengalamannya dituangkan dalam bahasa untuk dapat diketahui pihak lain dan khususnya generasi muda. Tradisi lisan adalah media utama untuk meneruskan pengalaman individu dan kolektif. Baru setelah peradaban suatu bangsa mengenai tulisan, tradisi tersebut dapat dibakukan. Tradisi, lembaga-lembaga tradisional, dan sejarah berfungsi untuk menyimpan dan meneruskan pengalaman kolektif dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dengan demikian, melaksanakan proses pembudayaan, sosialisasi, atau pendidikan secara kontinu. Dari penjelasan diatas maka sejarah dapat didefinisikan sebagai pelbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau.

2. Pendekatan Multidimensional
Pendekatan multidimensional yaitu dengan menggunakan konsep-konsep dari disiplin sendiri. Pendekatan sosiologis, umpamanya melihat suatu gejala dari aspek-aspek sosial yang semuanya mencakup dimensi sosial kelakuan manusia.dengan bantuan konsep-konsep sosiologi lebih mudah melakukan penyaringan sicifact mana yang perlu diekstrapolasikan. Dengan demikian, secara menyeluruh dimensi sosial gejala sejarah terungkapkan.

3. Pendekatan Ilmu Sosial

a. Ilmu-ilmu Sosial
Dipandang dari titik pendirian sejarah konvensional perubahan metodologi tersebut sangat revolusioner. Dengan metodologi baru itu ilmu sejarah tergeser kea rah ilmu sosial dan dengan sendirinya ke arah ilmu alam. ini tidak berarti bahwa ilmu sejarah terus mencoba menyusun hukum-hukum atau dalil-dalil sejarah. Posisi sejarah yang dibuat kaum neo-Kantian adalah bahwa dalam sistem besar terdapat 4 komponen, ialah kultur, biologi, ekologi, dan Personality (pribadi) yang dengan fungsinya bersama-bersama mendukung fungsi umum. Disini diperlukan pendekatan interdisipliner untuk menganalisis terjalinnya fungsi berbagai komponen itu.

Dalam system kecil terdapat 3 unsur ialah economy, society, dan polity, sedang sistem itu sendiri merangkum kultur sebagai sistem ketiga komponen itu pada hakikatnya sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Disini terdapat keuntungan pendekatan ilmu sosial, ialah menyoroti multiperspektivitas atau multidimensionalitas. Seballiknya bentuk naratif hanya mampu memberi gambaran datar sehingga mudah terjebak dalam determinisme.

b. Sejarah Struktural
Pada umumnya segi prosesual yang menjadi fokus perhatian sejarawan dengan pendekatan ilmu sosial dapatlah digarap aspek strukturalnya. Selanjutnya dipahami bahwa banyak aspek prosesual yang hanya dapat dimengerti apabila dikaitkan dengan aspek strukturalnya, bahkan dapat dikatakan pula bahwa proses hanya dapat berjalan dalam kerangka struktural. Perlu ditambahkan disini bahwa bagaimanapun menariknya sejarah structural, tetapi sejarah bukan sejarah apabila tidak memuat cerita tentang bagaiman terjadinya. Maka campuran antara prosesual dan structural adalah yang paling memadai.

c. Perbedaan antara Ilmu Eksakta (alam) dan Ilmu Kemanusiaan (Humaniora)
Pada akhir abad ke-19di Jerman timbul reaksi dari golongan yang terkenal sebagai akum neo-Kantianis yang dipelopori oleh oleh Rickert, Windelband, dan Dilthey. Mereka berpendapat bahwa dalam ilmu ada dikhotomi, yaitu ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Kalau dalam ilmu alam ada penemuan dan perumusan dalil atau hukum sehingga dengan alat Bantu itu dapat dibuat proyeksi ke masa depan, maka dalam ilmu kemanusiaan tujuan utamanya ialah membuat gambaran kejadian-kejadian dalam keunikan secara rinci. Oleh karena perbedaan tugas itu maka ilmu alam mampu membuat generalisasi, sedang ilmu kemanusiaan justru memperthatikan yang khusus.

Kedudukan ilmu sosial mengambil tempat di tengahnya. Ternyata pengkajian tentang tindakan dan kelakuan manusia menunjukkan perhatian kepada keteraturan atau keajekan. Jelaslah bahwa ilmu sosial lebih dekat pada ilmu alam daripada ilmu kemanusiaan. Rapproachemen (proses saling mendekati)antara ilmu sosial dan sejarah terutama terwujud pada perubahan metodologi. Pembaharuan metodologi tahap pertama terjadi karena pengaruh ilmu diplomatic sejak Mabillon, sedangkan yang tahap kedua terjadi karena pengaruh ilmu sosial. Implikasi besar dari perkembangan itu ialah bahwa setiap penelitian memerlukan kerangka referensi yang bulat, yaitu memuat alat-alat analitis yang akan meningkatkan kemampuan untuk menggarap data. Disini menjadi jelas bahwa pengkajian sejarah memerlukan teori dan metodologi.


Model-model Kajian Sejarah Sosial Ekonomi

Sejarah ekonomi secara garis besar mempunyai pengertian sebagai kegiatan dan keadaan perekonomian suatu masyarakat pada masa lampau. Sdangkan secara spesifik dapat dikatakan, sejarah ekonomi adalah study tentang bagaimana perekonomian berevolusi dari sebuah sudut pandang sejarah. Masalah besar dalam sejarah ekonomi menitik beratkan dalam dua kategori, yaitu keseluruhan pertumbuhan ekonomi sepanjang waktu dan faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan itu (kemandekan atau kemerosotan), dan distribusi pendapatan dalam ekonomi tersebut (bagi arah pertumbuhan atau kemunduran).

Perbedaan sifat sejarah ekonomi dibandingkan dengan disiplin ekonomi sendiri adalah bahwa sejarah ekonomi terutama memperhatikan masalah-masalah masa lampau daripada masa kini. Hal ini berbeda dari penelitian sejarah pada umumnya yang tidak hanya dengan perhatian khusus terhadap aspek ekonomi masyarakat masa lampau, melainkan juga dengan melakukan pendekatan dengan kerangka teori yang sistematis sebagai suatu sumber yang generalisasi serta dengan penggunaan metode kuantitatif sistematis yang sepadan dengan bukti-bukti yang terkumpul.

Sejarah sosial merupakan kajian sejarah tentang masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat, yang mencoba untuk melihat bukti-bukti sejarah dari sudut pandang mengembangkan tren sosial. Dalam pandangan ini, hal itu mungkin mencakup bidang-bidang sejarah ekonomi, sejarah hukum dan analisis aspek-aspek lain dari masyarakat sipil yang menunjukkan evolusi norma-norma sosial, perilaku dan banyak lagi. Bisa dibilang, tanpa sejarah Sosial, sejrah politik dan sejarah ekonomi tidak akan menjadi sebuah kajian yang utuh.

Sejarah sosial sering digambarkan sebagai sejarah dari bawah karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, interaksi didalamnya, dan bagaimana mereka membentuk sebuah tatanan pemerintahan. Bisanya dalam membahsa sejarah umum hanya akan berfokus pada siapa, apa, kapan dan di mana, sedangkan sejarah sosial berfokus pada penyebab terjadinya peristiwa sejarah itu sendiri.


A. MODEL KAJIAN SEJARAH SOSIAL-EKONOMI
Adapun beberapa model dalam pendekatan kajian sejarah Sosial-ekonomi adalah sebagai berikut:

1.Model evolusi
Model ini merupakan sebuah model kajian yang bertujuan untuk menunjukkan sebuah tulisan yang melukiskan perkembangan sebuah masyarakat yang kompleks. Jadi, sudah jelas kiranya bahwa model ini hanya dapat diterapkan bahan kajian yang kajian tersebut menjelaskan atau menggambarkan sebuah masyarakat itu mulai dari awal berdirinya masyarakat tersebut.

2.Model lingkaran sentral
Model ini berbeda dari model yang pertama. Pada model ini tidak mengkaji kota ataupun masyarakat dari awal, namun dari titik atau pusat yang sudah ada atau sudah jadi.

3.Model interval
Ini merupakan model yang unik, karena model ini merupakan kumpulan dari kajian-kajian sejarah yang sinkronis yang kemudian di urutkan dan dikaitkan antara yang satu dengan yang lain, walaupun hubungan sebab-akibatnya tidak begitu kelihatan. Prospek dari pendekatan ini dapat dilihat dari kemungkinan tersedianya sumber sejarah.

4.Model tingkat perkembangan
Model ini adalah penerapan dari teori perkembangan masyarakat yang diangkat dari sosiologi. Jad, bisa dikatakan bahwa model ini mengkaji sebuah kondisi tertentu dari sebuah dis-equlibrium Sosial, struktur Sosial pasti akan berubah sedemikian rupa sehingga peranan yang semula meliputi berbagai tipe kegiatan menjadi terspesialisasi. Dengan kata lain struktur Sosial menjadi semakin kompleks dan dipilah-pilah.

5.Model jangka penjang-menengah-pendek
Model ini merupakan sebuah cara untuk menangani sejarah Sosial oleh Fernand Braudel. Beliau membagi sejarah dalam tiga keberlangsungan. Pertama, sejarah jangka panjang yang perubahannya sangat lamban, namun merupakan peluang yang konstan dan perkembangan waktu yang tak dapat dilihat. Kedua, perkembangannya lamban, namun ritme dari perkembangan tersebut dapat dirasakan. Tahap ini disebut juga tahab menengah. Ketiga, sejarah jangka pendek yaitu sejarah yang diambil dari kejadian-kejadian, dari sisnilah sejarah berjalan dengan cepat, pendek-pendek, floktuasi yang menggelisahkan. Dikatakan juga sejarah yang berdimensi individual.

6.Model sistematis
Model ini mengkaji atau menelusuri tentang sejarh Sosial dalam arti perubahan Sosial, tentunya dengan membuat pendekatan-pendekatan yang sistematis. Akhirnya sebuah penulisan sejarah sangat tergantung kepada kondisi objektif, berupa tersedianya sumber, dan kondisi subjektif berupa kemampuan penulis sejarah. Jadi uraian dari model ini juga berguna demi meningkatkan keterampilan sejarahwan dalam menentukan strategi penulisannya.


B.KEDUDUKAN SEJARAH SOSIAL EKONOMI DALAM ILMU SEJARAH
Sejarah Sosial-ekonomi merupakan salah satu cabang kajian dalam ilmu sejarah. Adapun kedudukan sejarah Sosial-ekonomi dalam ilmu sejarah adalah sebagai berikut:

1.Sebagai kekuatan dalam ilmu sejarah
Peristiwa yang dikaji dalam sejarah Sosial-ekonomi mampu menyebabkan terciptanya suatu fenomena sejarah. Sebut saja penyebab dari datangnya bangsa barat ke dunia timur, semua itu disebabkan karena factor ekonomi dan usaha untuk mencari sumber bahan baku setelah meletusnya revolusi industri, yang pada masalah ini merupakan kajian dari sejarah ekonomi. Sedangkan munculnya paham sosialisme setelah tercetusnya revolusi industry yang menyebabkan timbulnya kelas majikan dan buruh, juga menjadi kajian dalam sejarah Sosial. Semua itu merupakan kekuatan yang menjadi latar belakang timbulnya suatu fenomena sejarah.

2.Sebagai metodologi dalam ilmu sejarah
Metodologi sejarah atau pendekatan sejarah adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain, metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written). Sejarah Sosial-ekonomi merupakan salah satu metodologi dalam peneliatian sejarah. Melalui pendekatan sejarah Sosial-ekonomi, dimungkinkan ilmu sejarah memperoleh pemahaman yang lebih utuh mengenai makna-makna peristiwa sejarah.
Dalam membahas masalah tanam paksa yang pernah diterapkan oleh belanda di Indonesia, seorang sejarhwan harus bisa mengkajinya dari aspek ekonominya, khusunya andil tanam paksa bagi pemulihan perekonomian belanda pasca bubarnya VOC dan dari pendekatan Sosial mengenai keadaan masyarakat Indonesia saat terjadinya tanam paksa. Dengan begitu, pembahsan dari tanam paksa akan memperoleh gambaran yang utuh.

3.Memberi sifat sinkronis
Ilmu sejarah pada dasarnya bersifat diakronis (memanjang ruang). Ketika sejarah bersentuhan dengan ilmu Sosial dan ekonomi, yang keduanya merupakan bagian dari ilmu Sosial, sehingga menghasilkan sejarah Sosial-ekonomi, sejarah berubah menjadi ilmu yang selain diakronis juga sinkronis. Artinya selain memanjang dalam waktu, sejarah juga melebar dalam ruang.
Sebagai contoh, awalnya dalam membicarakan perjalanan samudera (ekspedisi pelayaran bangsa barat untuk mencari dunia timur), hanya membahas tentang perkembangan perjalanan dari tahun ke tahun saja. Namun setelah ada sejarh Sosial-ekonomi, juga dibahas tentang interaksi dengan masyarakat asli yang mendiami tempat yang digunakan untuk berlabuhnya kapal mereka.

4.Sebagai permasalahan baru dalam sejarah
Sejarah Sosial-ekonomi memberikan banyak kajian permasalahan baru dalam ilmu sejarah. Misalnya tentang masalah kedudukan santri, priyayi dan abangan yang sebenarnya adalah permasalahan dalam sosiologi. Namun karena adanya sejarah Sosial yang membahas tentang kedudukan ketiganya semasa penjajahan Belanda, masalah tersebut menjadi kajian dalam ilmu sejarah. Dalam hal ekonomi, misalnya kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa awal kemerdekaan, antara lain membuat ORI, mendirikan BUMN dan melakukan pinjaman jangka panjang terhadap rakyat yang ingin mmebuka usaha, semua itu adalah kajian ekonomi yang dipelajari dalam ilmu sejarah, khususnya sejarah ekonomi.

5.Sebagai gerak dalam ilmu sejarah
Dengan adanya sejarah Sosial-ekonomi membantu dalam penulisan, pengembangan suatu study sejarah. Banyak hal-hal yang dapat diambil untuk analisa dalam study ilmu sejarah. Bahkan kajian dalam sejarah Sosial ekonomi ini merupakan sebuah penggerak dari ilmu sejarah.


C. PERANAN SEJARAH SOSIAL-EKONOMI TERHADAP KEHIDUPAN MANUSIA
Sejarah Sosial-ekonomi punya peranan yang penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam menghadapi masa depan. Beberapa perana sejarah Sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakat anatara lain:

1.Untuk penentu kebijakan dalam Sosial-ekonomi
Salah satu kegunaan ilmu sejarah adalah untuk meneropong masa depan dengan menggunakan pola kajian masalah yang telah lalu. Sejarah Sosial dan ekonomi juga mmepunyai peranan yang sama. Sering kali orang melakukan kebijakan ekonomi untuk memperbaiki keadaan yang akan datang dengan melihat sejarah perekonomian yang telah lalu. Sebut saja masalah bank century. BI akhirnya memutuskan memberikan Bailout untuk century karena takut apabila bank itu ditutp akan menyebabkan bank-bank lain ikut tutup sehingga akan muncul kejadian seperti pada krisis ekonomi tahun 1997. Tentunya bila terjadi krisis itu tidak hanya berdampak pada perekonomian tapi juga pada kehidupan Sosial.

2.Sebagai perencana dan penilai pembangunan Sosial-ekonomi
Dalam kegiatan pembangunan ada empat tahab, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian. Sejarah Sosial dan ekonomi berguna dalam perencanan dan penilaian karena mmepunyai tiga cara, yaitu sejarah perbandingan, parelisme sejarah dan evolusi sejarah.
Sejarah perbandingan yaitu membandingkan pembangunan disuatu tempat dengan yang ada ditempat lain. Misalnya pertumbuhan ekonomi di india yang saat ini cukup tinggi, maka Indonesia seharusnya bisa belajar dari india dan membawanya ke Indonesia. Karena india lebih muda 2tahun dari Indonesia dan dulunya sama-sama Negara miskin dan berkembang.Parelisme sejarah digunakan untuk mengetahui mas-mas tertentu., yaitu kesejajaran masa lalu dan masa tertentu yang dibicarakan. Misalnya pembangunan birokrasi di wilayah pemekaran baru, dapat dipelajari dari pembangunan birokrasi Belanda di daerah-daerah yang baru mereka duduki. Dan untuk mengetahui persoalan yang akan timbul akibat pembangunan orang dapat belajar dari evolusi sejarah.

3.Sebagai ramalan masa depan ekonomi dan Sosial
Dari melihat sejarah bangsa lain yang telah lebih maju, Indonesia dapat meramalkan bagaimana keadaan ekonomi dan Sosial pada masa yang akan datang. Misalnya kedaan Indonesia saat ini diramalkan dengan melihat keadaan amerika pada saat masih dalam keadaan yang sama dengan Indonesia. Hal ini bisa dengan mudah terjadi karena pada dasrnya sejarah itu mempunyai pola-pola yang hamper sama dalam waktu satu dengan yang lain. Ada tanda-tanda bahwa Indonesia akan menjadi masyarakat kelas-kelas, satu pihak kelas bawah dan pihak lain kelas atas. Hubungan antar kelas dan antar sesame dibangun dalam system kontarktual. Hubungan ini berlaku baik di desa maupun di kota. Desa agraris data berubah menjadi desa ekonomi.

4.Sebagai pendidikan perubahan
Indonesia dapat membangun perekonomian dengan melihat sejarah perekonomian bangsa lain yang telah lebih dahulu maju. Seperti melihat inggris dan amerika dalam membangun industry mereka. Dari Negara-negara yang sudah memasuki pasca-industri sehingga Indonesia dapat belajar dari pengelolaan masyarakatnya. Dan belajar dari jepang dengan kemajuan ipteknya.